Uncategorized Archives - RDN Consulting


No more posts

November 1, 2023
alvaro-reyes-MEldcHumbu8-unsplash-1.jpg

Istilah ini muncul saat perusahaan multinasional berusaha menghindari pajak, termasuk: mengalihkan laba dari negara asal berpajak tinggi ke negara berpajak lebih rendah.


Apa itu Transfer Pricing?

 

Transfer pricing adalah kebijakan perusahaan menetapkan harga transfer suatu transaksi, baik harga barang, jasa, harta tak berwujud, hingga transaksi finansial lainnya.


Tujuan Penerapan Transfer Pricing

Tujuannya adalah sebagai evaluasi dan pengukuran setiap kinerja perusahaan. Transfer pricing banyak disalahgunakan perusahaan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus mereka bayarkan lewat rekayasa harga transfer.


Metode Transfer Pricing:

 

1. Comparable uncontrolled price method:

Perbandingan harga antara pihak independen yang dikerjakan dengan membandingkan harga dalam transaksi antar pihak yang berelasi istimewa dengan harga transaksi antar pihak independen.

 

Contoh:

PT.A menjual barang mentah AA ke PT.B seharga Rp50.000.000. PT.A juga menjual barang serupa ke PT.C dengan harga sama plus ongkos kirim dan asuransi sebesar Rp500.000. Metode CUP menunjukkan bahwa seharusnya PT.A menjual barang mentah AA ke PT.B seharga Rp50.500.000.

 

 

2. Resale price method

Penentuan harga penjualan kembali dengan membandingkan harga transaksi suatu produk.

 

Contoh:

PT.A dan PT.B berelasi istimewa dan bertransaksi barang sebesar Rp10.000.000. PT.B. menyerahkan barang itu ke PT.C yang tidak berelasi istimewa seharga Rp20.000.000. PT.D dan PT.E bertransaksi sejenis, namun tidak berelasi istimewa dan ada markup 20 persen. Nilai kewajaran transaksi antara PT.A dan PT.B harusnya: Rp20.000.000 – (20% – Rp20.000.000) = Rp16.000.000.

 

 

3. Cost plus method

Biaya tambahan tingkat laba kotor wajar yang didapatkan perusahaan sama atau berbeda dari transaksi sebanding pihak yang tidak berelasi istimewa dengan harga pokok penjualan sesuai prinsip kewajaran.

 

Contoh:

PT.A menyerahkan barang ke PT.B yang berelasi istimewa seharga Rp900.000, meski harga aslinya RP500.000. PT.C memproduksi barang serupa seharga Rp600.000 dan menjualnya kepada PT.D yang tidak berelasi istimewa seharga Rp900.000. Harga transfer wajar PT.A ke PT.B: Rp500.000 + (50% x Rp500.000) = Rp750.000. Transfer pricing ini mahal, sehingga perlu diaudit kantor pajak.

 

 

4. Profit Split Method

Pembagian laba dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang dibagi para pihak yang mempunyai relasi istimewa tersebut atas dasar bisa diterima secara ekonomi dan memberikan perkiraan pembagian laba yang akan terjadi dan akan terlihat dari kesepakatan antar pihak independen.

 

Contoh:

PT.A dan PT.B berafiliasi dan mempunyai laba Rp200.000.000 dan laba PT.B sebesar Rp100.000.000. Setelah digabungkan, totalnya menjadi Rp300.000.000. Setelah analisis, profit split PT.A sebesar 60%, sementara PT.B sebesar 40%. Transfer pricing yang wajar untuk PT.B adalah Rp100.000.000 – (40% x Rp300.000.000) = Rp20.000.000. Maka koreksi laba PT.A juga Rp20.000.000.

 

 

4. Transactional Net Margin Method

Laba bersih transaksional dengan cara membandingkan persentase laba bersih operasi kepada biaya penjualan, aset, atau dasar lainnya atas transaksi sebanding dengan yang dilakukan pihak independen.

 

Contoh:

PT.A menjual obat ke perusahaan afiliasinya di negara lain. Namun, PT.B juga menjual produk serupa dengan laba 10%. Harga obat Rp50.000.000 dengan biaya operasional Rp15.000.000, sehingga totalnya menjadi Rp65.000.000. Transfer pricing yang wajar adalah: 10% x Rp65.000.000 = Rp71.500.000.

Baca Juga: Apa itu Tax Avoidance dan Bagaimana Skema yang Sering Terjadi


Bagaimana perusahaan melakukan transfer pricing?

 

 

  • Intra company transfer pricing: transfer antar divisi dalam satu perusahaan.

 

  • Inter company transfer pricing: transfer antar dua atau lebih perusahaan yang mempunyai relasi istimewa.

 

  • Domestic transfer pricing: transaksi ini terjadi di dalam satu negara.
  • International transfer pricing: transaksi ini dilakukan di luar negeri dari negara asal.

 

 

 


Apakah semua perusahaan bisa menerapkan transfer pricing? 

Hanya perusahaan multinasional (dengan anak-anak perusahaan di berbagai negara lain) yang bisa melakukan transfer pricing.


October 24, 2023
WhatsApp-Image-2023-10-22-at-4.23.02-PM-1280x853.jpeg

Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) merupakan surat yang dikeluarkan oleh kantor pajak untuk menertibkan wajib pajak yang disinyalir belum menyelesaikan kewajiban pajaknya. Berikut ulasan tentang SP2DK  dan contoh surat tanggapan SP2DK.

Sekilas tentang SP2DK

SP2DK merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh kantor pajak agar wajib pajak tertib dalam melakukan pembayaran pajak. SP2DK diterbitkan saat wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban pajaknya. Data yang ada di dalam SP2DK antara lain data terkait pelunasan atau pembayaran pajak, laporan kekayaan di luar pendapatan tetap, serta laporan pendapatan lain.

Selengkapnya tentang SP2DK, anda bisa membacanya di artikel kami yang berjudul Kenali Lebih Dalam tentang SP2DK Pajak.

Cara Menanggapi SP2DK

Bagi wajib pajak yang menerima SP2DK ada tiga cara menanggapinya yaitu

1. Datang Langsung ke KPP

Wajib pajak dapat melakukan klarifikasi atau tanggapan terkait SP2DK dengan mendatangi kantor pajak di wilayahnya.

 

2. Melakukan Klarifikasi Melalui Account Representative

 

Wajib pajak juga dapat menyampaikan tanggapan terkait SP2DK secara daring melalui AR (Account Representative) Kantor Pajak Pratama.

3. Mengirimkan Tanggapan Tertulis ke Kantor KPP

Wajib pajak juga dapat melakukan klarifikasi tertulis maupun sanggahan melalui surat yang dikirim ke Kantor Pajak Pratama di areanya. Contoh surat balasan SP2DK dapat Anda simak di bawah ini.

Contoh Format Surat Tanggapan SP2DK

Wajib pajak yang menerima SP2DK wajib memberikan tanggapan sesuai batas waktu yang telah ditetapkan. Berikut contoh surat jawaban SP2DK:

Nomor:

Lampiran:

Perihal: Tanggapan terhadap SP2DK

Kepada: Yth. Kepala Kantor Pajak Pratama……….

Di Tempat

Dengan hormat,

Kami yang bertandatangan di bawah ini:

Nama:

NPWP:

Ingin menyampaikan tanggapan terkait Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang saya terima pada tanggal…………………..melalui surat dengan nomor……………………………

Pertama, kami ingin menyampaikan keterbukaan saya untuk bekerja sama dengan kantor pajak KPP…………………….dalam memberikan data atau keterangan sesuai dengan pernyataan yang terdapat dalam SP2DK. Saya mendukung upaya DJP dalam upaya meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak.

Kedua, kami ingin menyampaikan bahwa dalam SP2DK terdapat indikasi………………………………………….

Berdasarkan data yang ada pada kami, diketahui bahwa kekurangan pajak yang dibayar sebesar………………………………yang tercantum di dalam SP2DK, telah kami lakukan pembayaran senilai Rp……………………………………pada tanggal………………………………

Kami juga melampirkan SPT dan dokumen terkait untuk menanggapi SP2DK tersebut. Besar harapan kami data tersebut segera dianalisis sehingga dapat meluruskan ketidaksesuaian ini.

Demikian surat tanggapan kami, terima kasih atas pemahaman dan kerja sama dari pihak KPP……………………. Kami siap bekerja sama dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hormat kami,

 

(tanda tangan)

 

Itu tadi contoh surat tanggapan SP2DK yang bisa dicontoh oleh wajib pajak yang mendapat SP2DK. Masih banyak contoh surat balasan SP2DK lainnya karena dibuat sesuai dengan kebutuhan wajib pajak, namun secara garis besar format suratnya hampir sama.

Demikian contoh surat jawaban SP2DK, semoga bermanfaat.


June 15, 2022
WhatsApp-Image-2022-06-11-at-2.39.52-PM.jpeg

Apa yang terlintas di benak kamu ketika mendengar bonus akhir tahun? Pasti sesuatu hal yang menyenangkan bukan? Adanya bonus ini juga dapat menjadi semangat agar pegawai meningkatkan keterampilan bekerjanya.. Bonus tersebut juga bisa menjadi reward untuk para pegawai karena telah bekerja dengan baik selama satu tahun penuh. 

Tapi bagi kamu yang belum tahu secara lebih detail tentang apa itu bonus akhir tahun, di artikel ini akan dibahas secara lengkap. Mulai dari pengertiannya hingga cara perhitungannya. Yuk simak sampai akhir ya! 

Pengertian Bonus Akhir Tahun

Menurut PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, bonus merupakan pendapatan di luar upah dan perusahaan dapat memberikannya kepada karyawan atas keuntungan yang didapat. Adapun besarannya biasanya diatur dalam kontrak kerja atau perjanjian kerja sama yang diberikan di awal rekrutmen. 

Atau dengan kata lain, bonus ini tidak ada kaitannya dengan gaji. Pemberiannya tidak termasuk ke dalam upah gaji. Sesuai dengan namanya, bonus ini diberikan setiap penghujung akhir tahun. 

Namun tidak semua perusahaan akan memberikan bonus ini. Bonus diberikan dengan menyesuaikan kondisi keuangan perusahaan. Jadi kamu harus memastikan kembali di kontrak kerja kamu, apakah perusahaan kamu menyebutkan akan menjanjikan bonus akhir tahun atau tidak. 

Namun dalam suatu perusahaan juga dikenal beberapa jenis bonus, antara lain: 

  • Bonus  akhir tahun
  • Bonus tahunan
  • Bonus retensi
  • Tantiem 

Jadi apabila perusahaan kamu tidak memberikan bonus akhir tahun, mungkin saja mereka memberikan bonus yang lainnya. Jadi kembali lagi pada bahasan sebelumnya, bahwa kamu harus melihat kembali ke kontrak kerja kamu. 

Baca Juga: Mengenal Tantiem dan Bonus Tahunan Karyawan Lainnya

Cara Perhitungan Bonus Akhir Tahun

Setelah mengetahui bahwa perusahaan tempat kamu bekerja akan menjanjikan bonus akhir tahun, mungkin kamu mulai bertanya-tanya bagaimana perhitungannya. Bertanya-tanya seberapa besar bonus yang akan kamu dapatkan. Memikirkannya saja pasti membuatmu sangat senang dan sumringah bukan?

Namun pada dasarnya, perhitungan untuk pemberian bonus tergantung pada peraturan masing-masing perusahaan. Biasanya perusahaan juga menyesuaikan dengan kondisi keuangan mereka dan menetapkan peraturan serta ketentuan masing-masing. 

Namun biasanya, terdapat perusahaan yang mencantumkan besaran bonus ke dalam peraturan AD/ART perusahaan. Jika seperti itu maka biasanya besarnya adalah sekitar 8% dari laba perusahaan yang sudah dikurangi laba ditahan dan digunakan sebagai penghargaan dari kesejahteraan karyawan. Namun ada beberapa perusahaan yang memberikan bonus tersebut secara pembagian proporsional atau dengan kata lain dibagikan dengan perhitungan yang seimbang sesuai dengan kinerja setiap karyawan. 

Jika berdasarkan Peraturan DJP No. PER-31/PJ/2009, bonus dan tunjangan merupakan objek pajak PPh 21, sehingga jumlahnya dihitung sesuai dengan peraturan yang ada. 

Nah demikianlah ulasan mengenai bonus akhir tahun dan cara menghitungnya. Kamu bisa coba mulai mengira-ngira besaran bonus yang akan kamu terima akhir ini, ya. Jangan lupa gunakan uang bonus yang kamu terima untuk hal-hal yang bermanfaat. Self reward boleh, tapi harus tetap menentukan batasan, ya


November 1, 2021
WhatsApp-Image-2021-10-31-at-1.51.59-PM.jpeg

Ada berbagai pertanyaan terkait kewajiban perpajakan setelah menikah salah satunya adalah perhitungan PPh 21 pasangan suami istri yang pisah harta.

Seperti yang Anda tahu bahwa sistem perpajakan di Indonesia menjadikan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis.

Dengan kata lain, kewajiban perpajakan suatu keluarga merupakan satu kesatuan yang pemenuhannya dilakukan oleh kepala keluarga.

Melalui artikel ini, Rusdiono Consulting akan mencoba menjelaskan bagaimana contoh perhitungan Pajak Penghasilan atau PPH 21 bagi suami istri yang memutuskan untuk pisah harta.

 

Sekilas Tentang Status Perpajakan di Indonesia (HB, PH, dan MT)

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa sistem perpajakan di Indonesia mengenal pengenaan pajak atas satu kesatuan ekonomi.

Dimana apabila Anda sudah berkeluarga, maka seluruh aset anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang kewajiban perpajakannya dipenuhi oleh kepala keluarga.

Anggota keluarga yang dimaksud adalah suami, istri, maupun oleh anak yang belum diwajibkan untuk membayar pajak.

Tentu penerapan sistem ini ditujukan untuk menerapkan sistem perpajakan berkeadilan dan inklusif.

Meski begitu, dalam kondisi atau hal tertentu, aturan perpajakan yang bersifat keluarga ini ternyata dapat dilakukan secara terpisah.

Pemisahan kewajiban perpajakan suami istri ini, oleh Direktorat Jenderal Pajak dijabarkan dalam Lampiran II PER-19/PJ/2014 yaitu Hidup Berpisah (HB), Pisah Harta (PH), dan Memilih Terpisah (MT).

Istilah tersebut sekaligus tercantum pertama kalinya dalam format SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang pribadi atau formulir 1770 pada lampiran I PER-19/PJ/2014.

Berikut penjelasan masing-masing status pemisahan kewajiban perpajakan suami istri secara lengkap.

  • Hidup Berpisah (HB), status ketika suami dan istri memutuskan berpisah atau bercerai berdasarkan putusan hakim. Sehingga kewajiban perpajakannya dilakukan oleh masing-masing individu seperti sebelum menikah.
  • Pisah Harta (PH), status ketika suami dan istri memutuskan pemisahan harta melalui perjanjian tertulis.
  • Memilih Terpisah (MT), sama hal nya dengan PH, namun dalam hal ini istri menghendaki untuk memisahkan hartanya dengan suami.

Baik MT maupun PH, dalam hal perhitungan PPh 21 suami dan istri mengadakan kewajiban perpajakan secara terpisah yang berasal dari perhitungan proporsional antara penghasilan masing-masing dengan penghasilan yang digabungkan.

 

Contoh Perhitungan PPh 21 Suami Istri Pisah Harta

Sebagai gambaran, berikut contoh perhitungan PPh 21 bagi suami istri yang memilih untuk pisah harta.

Dalam contoh kasus ini, Kita akan menggunakan contoh Andi dan Andra dalam berbagai kasus yaitu istri bekerja, istri memiliki usaha dengan tarif PPh final, dan istri memiliki usaha dengan tarif PPh umum.

Selain itu dari contoh tersebut, anggap saja mereka memiliki 2 orang anak yang masih kecil. Simak contohnya sebagai berikut.

1. Penghasilan Istri yang Bekerja

Misal Andi adalah seorang IT programmer dengan penghasilan bersih Rp180.000.000 per tahun yang menikah dengan Andra seorang business consultant dengan penghasilan bersih sebesar Rp150.000.000.

Anggaplah penghasilan bersih mereka merupakan penghasilan yang sudah dipotong dengan potongan tunjangan hari tua, BPJS,atau biaya jabatan sehingga didapat nilai tersebut.

Bagaimana pajak penghasilan terutang keduanya?

Keterangan SUAMI (ANDI) ISTRI (ANDRA)
Penghasilan Bersih Setahun Rp180.000.000 Rp150.000.000
Langkah kedua, gabungkan kedua penghasilan mereka. Rp330.000.000
Karena Mereka memiliki dua anak, maka PTKP yang digunakan adalah K/I/2 sebesar: Rp121.500.000
Penghasilan Kena Pajak Rp330.000.000

-(Rp121.500.000)

Rp208.500.000

Perhitungan PPh terutang dengan tarif PPh Pasal 17 5% x Rp50.000.000

+(15% x (Rp208.500.000 – Rp50.000.000))

Rp24.275.000

PPh Terutang masing-masing dengan membandingkan penghasilan masing-masing dengan penghasilan gabungan dikalikan PPh terutang gabungan. (180.000.000/330.000.000) x 24.275.000

= Rp13.240.909

(150.000.000/330.000.000) x 24.275.000

= Rp11.034.090.

 

Untuk mengetahui PTKP, Anda bisa melihat artikel berikut ini: Besaran PTKP Tahun Terbaru 

 

2. Penghasilan dari Istri yang Memiliki Usaha dengan Tarif FInal

Apabila istri Andi, bu Andra memiliki usaha dan usahanya termasuk ke dalam kategori yang berhak mendapatkan tarif PP No.23 Tahun 2018 yaitu sebesar 0,5%, maka tarif yang dikenakan adalah tarif PPh final.

Dimana perhitungannya tidak menggunakan perhitungan proporsional. Namun menggunakan perhitungan PPh masing-masing. Itu artinya penghasilan Andi dan Andra tidak perlu digabung.

 

3. Penghasilan dari Istri yang Memiliki Usaha dengan Tarif Umum

Jika istri memiliki usaha namun tidak termasuk ke dalam Wajib Pajak yang menerima tarif PP No.23 Tahun 2018. Maka dikenakan tarif umum.

Perhitungannya sama saja seperti perhitungan istri bekerja yaitu dihitung secara proporsional atau penghasilan suami dan istri digabung sebagai pembanding dalam menghitung pajak penghasilan terutang.

 

Kesimpulan atas Perhitungan PPh 21 Suami Istri Pisah Harta

Dapat disimpulkan bahwa perhitungan PPh 21 suami istri pisah harta memiliki beberapa perbedaan sebagai berikut.

  • Apabila istri memutuskan pisah harta maka dalam kewajiban perpajakan menggunakan NPWP sendiri. Namun jika digabung dengan suami menggunakan NPWP suami.
  • Apabila istri memutuskan pisah harta, maka istri tersebut wajib menyampaikan pernyataan menghendaki menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah.
  • Apabila istri tetap menggabungkan hartanya dengan suami, maka istri berhak mengajukan penghapusan NPWP.
  • Apabila istri tetap menggabungkan hartanya dengan suami, maka kewajiban lapor SPT dan perpajakan lainnya berada pada pihak suami.
  • Apabila istri memutuskan pisah harta dengan suami, maka kewajiban lapor SPT dan perpajakan lainnya ditanggung oleh masing-masing.
  • Apabila istri bekerja dan telah dilakukan pemotongan PPh 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan suami, maka PPh 21 yang telah dipotong tersebut bersifat final.

Itulah cara, contoh, dan aturan perhitungan PPh 21 suami istri pisah harta. Pastikan ketika Anda memutuskan menikah, diskusi terkait kewajiban perpajakan juga tidak boleh luput.

Baik istri maupun suami wajib dan berhak untuk menentukan kewajiban perpajakannya sendiri. Temukan artikel perpajakan lainnya hanya di Rusdiono Consulting.


December 11, 2020
michael-longmire-lhltMGdohc8-unsplash-min-1280x922.jpg

Setiap pertambahan pendapatan memberikan Anda peningkatan kewajiban pajak. Hal tersebut berlaku baik dalam pendapatan berupa gaji, keuntungan usaha, maupun hibah atau hadiah. Namun, bagaimana dengan  warisan? Berapa jumlah pajak warisan yang harus Anda bayarkan?

Warisan adalah sebuah topik yang cukup sensitif dan kompleks. Di Indonesia, ia terikat oleh hukum agama, hukum adat, dan hukum negara. Agar tidak terjadi perdebatan dan perselisihan di masa depan antara penerima warisan, perlu Anda ketahui lebih lanjut mengenai pajak harta warisan. 

 

Mengenal Sistem Warisan di Indonesia

Dalam sistem warisan, terdapat tiga komponen. Yang pertama adalah pewaris atau orang yang mewariskan hartanya. Yang kedua adalah ahli waris atau pihak yang menerima warisan. Sementara itu, yang ketiga adalah warisan itu sendiri.

Ahli waris dikategorikan dalam empat golongan sebagai berikut:

  • Golongan I, anak atau pasangan (dengan syarat tidak bercerai). Hal ini merujuk pada pasal 852 KUH Perdata
  • Golongan II, orang tua pewaris dan saudara kandungnya
  • Golongan III, keluarga di atas orang tua pewaris yang masih berada dalam garis lurus (kakek dan nenek, buyut, dan sebagainya)
  • Golongan IV, paman dan bibi dari pewaris, keturunannya, saudara nenek dan kakek pewaris, semuanya hingga derajat keenam dihitung dari pewaris

Jika ahli waris golongan I masih ada, maka ahli waris golongan lain tidak berhak untuk menerima warisan. Mereka baru bisa menerima warisan apabila golongan di atasnya sudah tidak ada lagi. 

 

Apakah Ada Pajak untuk Warisan?

Secara umum, tidak ada pajak yang dikenakan untuk penerimaan warisan. Untuk itu, meskipun Anda menerima warisan dalam jumlah besar, Anda tidak perlu membayar pajak atas hal tersebut. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf b UU PPh Tahun 1983 yang berbunyi:

“Yang dikecualikan dari objek pajak adalah warisan.”

Namun, untuk warisan bangunan atau tanah, ahli waris harus mendapatkan SKB PPh atau Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan. Surat ini merupakan bukti atas pengalihan hak dari warisan berupa bangunan atau tanah.

Baca Juga: Insentif PPh Pasal 21 Terbaru, Begini Kriteria & Syarat Pengajuannya

Bagaimana jika ahli waris tidak bisa mendapatkan syarat tersebut? Pada akhirnya, ahli waris akan dikenakan pajak. Jumlah pajak itu sendiri besarnya mencapai 5% jumlah kotor dari nilai atas pengalihan hak untuk tanah serta bangunan.

Peraturan ini sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 PP Nomor 48 tahun 1994. Jika Anda tidak mengindahkannya, itu artinya Anda telah melanggar hukum.

Sebelum melakukan pembagian warisan, penting bagi pewaris dan ahli waris untuk memahami pajak warisan serta hukum-hukum warisan lain yang berlaku di Indonesia serta sesuai dengan adat dan agama yang dianut.

Dengan begitu, tidak akan ada masalah di masa depan yang harus dihadapi oleh para ahli waris terkait pajak untuk warisan atau syarat yang harus dipenuhi atas sebuah warisan.


October 26, 2020
2.-10-11Leander-Kristal-Dokumen-NPWP.jpg

Pernah mendengar atau mungkin mendapatkan surat ketetapan pajak? Isi surat itu dapat berupa penjelasan dan penghitungan kalau Anda kurang bayar pajak atau bahkan kelebihan bayar pajak sehingga berhak mendapatkan restitusi pajak. Pada artikel ini, kita akan membahas lengkap mengenai surat ketetapan pajak dan jenisnya!

Pengertian Surat Ketetapan Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Baca juga: KSWP, Mengetahui Perlunya Konfirmasi Status Wajib Pajak

Tidak semua wajib pajak akan mendapatkan surat ini. Namun pada situasi tertentu, wajib pajak dapat menerima SKP ini dari otoritas pajak. Isi SKP tersebut berbeda-beda sesuai jenisnya, dapat berupa menagih kekurangan bayar pajak, mengembalikan jika wajib pajak kelebihan bayar pajak, memberitahukan jumlah pajak terutang, mengenakan sanksi admnistrasi, dan menagih pajak.

Jenis Surat Ketetapan Pajak

Ada lima jenis SKP yang perlu Anda ketahui, di antaranya:

  1. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2000, terbitnya STP ini dapat dikarenakan:

  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
  2. Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.
  3. Terkena sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
  4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya namun tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) namun membuat faktur pajak.
  6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak namun tidak tepat waktu atau tidak mengisinya secara lengkap.

Wajib pajak yang mendapatkan STP karena alasan (A) dan (B), makan jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.

Sedangkan jika mendapatkan STP dengan alasan (D), (E), dan (F), akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.

Baca juga: Kepatuhan Wajib Pajak dan Surat dari KPP, Apa Hubungannya?

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Ini adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ini dapat terbit ketika otoritas pajak menemukan adanya pajak yang tidak atau kurang bayar berdasarkan hasil pemeriksaan SPT, kewajiban perpajakan wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu ditentukan dan tidak menyampaikannya setelah mendapatkan surat teguran, putusan pengadilan, konfirmasi faktur pajak, bukti pemotongan pajak penghasilan, bukti transaksi atau data perpajakan.

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT adalah SKP yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan. Surat ini terbit setelah ada SKPKB sebelumnya. Pihak otoritas pajak menerbitkan surat ini dalam rangka melakukan pemeriksaan ulang karena adanya keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri, data baru yang merupakan keterangan lain berupa data konkret, data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang termasuk data yang semula belum terungkap, data baru dalam putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap terhadap wajib pajak yang dipidana.

Baca juga: Kode Faktur Pajak, Bagian Faktur Pajak yang Wajib Dipahami PKP

  1. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

SKPN merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, SKPN dapat terbit setelah DJP melakukan pemeriksaan terhadap SPT dan menemukan kalau jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

  1. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Surat ini akan terbit jika wajib pajak menyampaikan permohonan tertulis dengan ketentuan kalau jumlah kredit pajak pada PPh, PPN, dan PPnBM, lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.

Itulah jenis surat ketetapan pajak yang perlu Anda ketahui. Pada dasarnya, Anda tidak perlu takut ketika menerima surat ini dari pihak otoritas pajak. Hal yang perlu Anda lakukan adalah mematuhi permintaan yang ada untuk melakukan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Anda. Jika ragu, Anda dapat menggunakan jasa konsultan pajak Rusdiono Consulting.

Sebagai jasa konsultan pajak berpengalaman, sudah menjadi bagian dari kewajiban untuk mendampingi Anda dalam hal pemeriksaan pajak. Tim konsultan pajak Rusdiono Consulting pun dapat membantu Anda dalam melakukan perhitungan pajak yang lebih akurat sehingga dapat menghindari kesalahan atau kekeliruan yang dapat menimbulkan terbitnya SKP di atas. Silakan hubungi Rusdiono Consulting untuk informasi selengkapnya.


Send this to a friend