Memahami Wapu sebagai Pemungut PPN, Begini Penjelasan Lengkapnya

February 18, 2021by Admin dua
double-exposure-business-profit-growth_31965-1135.jpg

Dalam sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan , terdapat sistem Wajib Pungut (Wapu) yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 37/PMK.03/2015 dalam menetapkan badan usaha tertentu untuk melakukan pungutan PPN.

Wapu adalah istilah yang digunakan ketika pembeli yang seharusnya dikenakan pungutan pajak, tetapi justru memungut PPN. Berarti, pembeli tidak dikenakan pungutan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyediakan Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP).

Para Wapu, adalah badan usaha maupun instansi yang ditentukan oleh Menteri Keuangan, yang memiliki kewajiban untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak terutang atas penyerahan BKP atau JKP.

Penerapan mekanisme Wapu, dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta optimalisasi penerimaan. Terlebih dalam konteks lemahnya administrasi perpajakan di sebuah negara atau pada sektor yang memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. 

Lalu siapa saja pembeli yang tidak dikenakan pungutan pajak, tetapi memungut PPN? Serta apa perbedaan PPN Wapu dan non Wapu? Simak artikel berikut ini.

 

4 Badan/Instansi sebagai Wapu atau Pemungut PPN

Sesuai ketentuan, terdapat 4 instansi atau badan yang termasuk dalam kategori Wapu, yaitu:

 

1. Bendaharawan Pemerintah dan KPKN

 

Sesuai Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 563/KMK.03/2003, bendaharawan pemerintah serta KPKN adalah Wapu. Bendaharawan yang dimaksudkan yaitu bendahara maupun pejabat yang bertransaksi dengan dana yang asalnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dengan demikian, bendaharawan pemerintah serta kantor KPKN yang membayar untuk penyerahan BKP/JKP dari PKP rekanan pemerintah atas nama PKP rekanan pemerintah, diharuskan untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terutang.

Beberapa bendaharawan pemerintah ditunjuk sebagai Wapu antara lain:

  • Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
  • Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga sebagai Bendahara.
  • Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Pengecualian terkait Wapu ini diterapkan pada:

  1. Total pembayaran sebanyak-banyaknya 1 juta rupiah serta bukan merupakan transaksi yang terpecah-pecah.
  2. Bayaran untuk pembebasan tanah.
  3. Bayaran untuk penyerahan BKP/JKP yang memang termasuk dalam fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari PPN, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Bayaran untuk penyerahan bahan bakar minyak serta bukan bahan bakar minyak oleh PT Pertamina (Persero).
  5. Bayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
  6. Bayaran lainnya atas penyerahan barang maupun jasa yang tidak dikenakan PPN, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73/PMK.03/2010, kontraktor kontrak kerja sama adalah salah satu badan yang termasuk Wapu. Kontraktor kerja sama sendiri dimaksudkan sebagai berikut:

  • Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak beserta gas bumi.
  • Kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

Disebutkan, bahwa PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP/JKP oleh rekanan kepada kontraktor atau pemegang kuasa maupun pemegang izin dipungut, disetor, serta dilaporkan oleh kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin.

Sementara rekanan dalam PMK tersebut yaitu PKP yang menyerahkan BKP/JKP kepada kontraktor maupun pemegang kuasa/pemegang izin. 

Atas transaksi penyerahan dengan kontraktor maupun pemegang kuasa/pemegang izin, rekanan perlu menerbitkan faktur pajak yang dilakukan pembuatannya ketika penyerahan BKP/JKP. Penerimaan pembayaran (apabila pembayaran didapat terlebih dahulu sebelum penyerahan BKP/JKP) dan termin (apabila penyerahan sebagai bagian dari tahapan suatu pekerjaan).

Baca Juga: Cara Mudah Lapor Pajak Dengan e-Filing

 

3. BUMN

Menurut PMK Nomor 85/PMK.03/2012, BUMN adalah salah satu Wapu. Jadi, PPN dan/atau PPnBm terutang untuk penyerahan BKP/JKP oleh rekanan kepada BUMN, diharuskan untuk dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN.

Sementara kategori yang termasuk Wapu dalam BUMN adalah BUMN yang 51 persen sahamnya dimiliki oleh pemerintah dan tidak termasuk anak usaha maupun usaha patungan. Untuk transaksi rekanan BUMN dengan BUMN, rekanan diharuskan untuk membuat faktur pajak dengan kode faktur 030.

BUMN dapat kehilangan status Wapu jika terdapat perubahan kepemilikan saham, sebab tidak lagi memenuhi kriteria sebagai BUMN. Status Wapu tak lagi disematkan pada BUMN sejak tanggal perubahan kepemilikan saham tersebut.

Akan tetapi, BUMN yang bersangkutan tetap perlu melakukan penyetoran dan pelaporan PPN serta PPnBm yang telah dikenakan pungutan sewaktu masa pajak ketika perubahan kepemilikan terjadi. Berarti, kewajiban sebagai Wapu tidak diterapkan terhitung untuk masa pajak selanjutnya. 

 

4. Badan Usaha Tertentu

Jika mengacu pada PMK Nomor 37/PMK.03/2015, badan usaha tertentu yang termasuk dalam Wapu adalah:

  • BUMN dengan restrukturisasi oleh pemerintah setelah berlakunya PMK. Pun, dengan restrukturisasi tersebut, terdapat pengalihan saham milik negara kepada badan usaha milik negara lainnya.
  • Badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, dengan restrukturisasi oleh pemerintah, yakni PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur dan PT Pupuk Iskandar Muda.
  • Badan usaha tertentu dengan kepemilikan langsung oleh badan usaha milik negara, yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.

Untuk itu, PKP yang menjadi rekanan badan usaha tertentu dalam PMK ini, setiap transaksi penyerahan BKP/JKP, diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak dengan kode faktur 030.

Baca Juga: e-Faktur Pajak – Aplikasi Faktur Pajak untuk Permudah PKP

Sementara itu, pengecualian yang diberikan untuk beberapa transaksi kepada kontraktor kontrak kerja sama, BUMN dan badan usaha tertentu ini, antara lain yakni:

  1. Total pembayaran dengan jumlah paling banyak 10 juta rupiah serta bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  2. Bayaran untuk penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Bayaran untuk penyerahan bahan bakar minyak serta bukan bahan bakar minyak oleh PT Pertamina (Persero).
  4. Bayaran untuk rekening telepon.
  5. Bayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
  6. Bayaran lainnya atas penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan yang berlaku tidak dikenakan PPN.

Perbedaan Wapu dan Non Wapu

Terdapat beberapa perbedaan antara penggunaan sistem Wapu dan Non Wapu. Berikut adalah contoh tabel perbedaan antara keduanya.

 

Keterangan Non Wapu Wapu
Nilai Transaksi Dibawah Rp10.000.000 Diatas Rp10.000.000
Kode Transaksi “010” “030”
Dokumen Administrasi Pajak Faktur Pajak Faktur Pajak dan SSP
Pembayaran Tagihan 100% DPP + 10% PPN 100% DPP tanpa PPN
Pemungutan dan Penyetoran PPN Pemungutan dan penyetoran dilakukan oleh PKP selaku penjual. Pemungutan dan penyetoran PPN dilakukan oleh BUMN.
Pelaporan PPN SPT 1111 SPT 1107 PUT dan SPT 1111

 

Dalam Sistem WAPU, Bagaimana Jika Badan atau Instansi Tetap Memungut PPN?

Terkait sistem Wapu, beberapa kali bendahara tetap memungut PPN pada transaksi yang sebetulnya, jika sesuai ketentuan yang berlaku, tidak dikenakan PPN. Oleh karenanya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Direktur Peraturan Perpajakan menawarkan solusi yakni Surat Direktur Terkait S-630/PJ.02/2013, yang meliputi:

  1. PPN dan/atau PPnBM yang dikenakan pungutan oleh bendaharawan pemerintah atau BUMN selaku pemungut PPN yang merupakan pajak keluaran bagi PKP rekanan pemerintah atau rekanan BUMN, maka pungutan pajak berlebih tersebut tidak dapat diajukan permohonan pengembalian yang sebetulnya tidak terutang oleh PKP rekanan pemerintah atau rekanan BUMN.
  2. Pungutan PPB berlebih dan/atau PPnBM yang dapat diajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang oleh PKP rekanan pemerintah maupun rekanan BUMN, adalah PPN dan/atau PPnBM dengan pungutan berlebih oleh pihak lain pada saat PKP rekanan pemerintah maupun rekanan BUMN tersebut membeli barang dari pihak lain.
  3. Oleh karena ketika penyerahan barang/jasa dari rekanan kepada Pemerintah maupun BUMN, yang terbebani pajak adalah Pemerintah maupun BUMN (yang dipungut sendiri oleh bendahara pemerintah atau BUMN). Oleh karena itu, pungutan PPN dan/atau PPnBM berlebih tersebut dapat dilakukan pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang sebetulnya tidak terutang oleh bendahara pemerintah atau BUMN selaku pihak yang dipungut oleh KPP tempat PKP terdaftar.

 

Demikian penjelasan tentang pengertian Wapu dalam sistem PPN serta PPnBM. Jika Anda masih bingung mengenai Wapu, Anda dapat mulai berkonsultasi dengan jasa konsultan pajak Rusdiono Consulting. Urus segala urusan pajak dengan mudah dan terencana mulai dari sekarang.

Admin dua

Send this to a friend