penghasilan Archives - Page 2 of 2 - RDN Consulting


No more posts

April 25, 2020
3456-1280x854.jpg

Penurunan tarif PPh Badan 2020 adalah salah satu kebijakan relaksasi pajak yang Pemerintah terbitkan guna mencegah perlambatan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 pada pasal 4 dan 5. Bagaimana bunyi dan keterangan jelasnya?

Penurunan Tarif PPh Badan 2020

Berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, pasal 4 ayat (1) huruf a, Pemerintah memberikan kebijakan di bidang perpajakan dengan melakukan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Lalu, penjelasan lengkapnya terdapat dalam Pasal 5 dengan poin-poin sebagai berikut:

I. Penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri dan BUT adalah penurunan tarif pasal 17 ayat 1 huruf b, menjadi:

     a. sebesar 22% yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021

     b. sebesar 20% yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022 

II. Wajib Pajak dalam negeri yang: 

     a. berbentuk Perseroan Terbuka 

     b. dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia                   paling sedikit 40%

     c. memenuhi persyaratan tertentu

Dapat memperoleh tarif sebesar 3% lebih rendah daripada jumlah yang dimaksud pada ayat sebelumnya. Maka, besaran tarif pajaknya menjadi:

  • sebesar 19% di tahun pajak 2020 dan 2021
  • sebesar 17% di tahun pajak 2022

Bagaimana Penghitungan Pajaknya?

Seperti yang telah tertulis sebelumnya kalau penurunan tarif PPh badan ini untuk Tahun Pajak 2020. Maka, penghitungan pajak penghasilan untuk masa Tahun Pajak 2019 masih menggunakan tarif umum yang berlaku, yakni 25%. Penghitungan dan penyetoran pajak penghasilan kurang bayar yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019 masih menggunakan tarif 25%. 

Direktur Jenderal Pajak mengumumkan untuk penghitungan dan penyetoran angsuran pajak penghasilan badan tahun 2020 dapat menggunakan tarif baru 22% mulai masa pajak SPT Tahunan 2019 disampaikan dan masa pajak setelahnya.

Jika belum menyampaikan SPT Tahunan 2019 sampai dengan akhir Maret 2020 lalu, penghitungan dan setoran angsuran PPh Pasal 25 berbeda. 

Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Maret 2020 yang disetorkan paling lambat 15 April 2020, memiliki besaran angsuran yang sama dengan masa pajak sebelumnya. 

Bagaimana dengan angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak April 2020? Angsuran pajak penghasilan ini yang paling lambat disetorkan paling lambat tanggal 15 Mei 2020 dihitung berdasarkan laba fiskal yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019, namun sudah menggunakan tarif baru 22%.

Pemerintah belum menerbitkan aturan teknis yang dapat menjadi pedoman untuk melakukan penghitungan, penyesuaian, maupun pelaporan pajak penghasilan badan dengan tarif baru ini. Karena itu jika mengalami kesulitan, Anda dapat berkonsultasi dengan jasa konsultan pajak. Rusdiono Consulting dapat membantu Anda dalam menghitung dan menyiapkan laporan pajak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan begitu, Anda dapat lapor pajak dengan akurat dan tepat waktu. Urusan perpajakan perusahaan Anda jadi lebih cepat selesai.

Penutup

Kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan badan ini berlaku untuk tahun pajak 2020 sampai dengan tahun 2022. Diharapkan dengan penurunan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan dalam negeri ini dapat mencegah dan menangani kondisi kedaruratan yang tengah dialami Indonesia karena pandemi virus Corona. 

Selain menerapkan penurunan tarif PPh badan, kebijakan perpajakan lainnya berupa pemajakan atas transaksi elektronik, perpanjangan jangka waktu permohonan atau penyelesaian administrasi perpajakan, dan fasilitas kepabeanan.

 

Perppu Nomor 1 Tahun 2020


April 17, 2020
329-1280x853.jpg

Tarif PPh 21, berapa besarannya yang berlaku saat ini? Sebelum membahas lebih lanjut mengenai salah satu pajak penghasilan ini, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu PPh Pasal 21. Mulai dari pengertian, subjek, objek, hingga tarif atau persentase PPh Pasal 21.

Pengertian PPh Pasal 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016, PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Berlanjut ke pasal 3 dari peraturan tersebut, penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21 di antaranya:

  • Pegawai
  • Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
  • Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (Pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris).
  2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
  3. Olahragawan.
  4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
  5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
  6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa pada suatu kepanitiaan.
  7. Agen iklan.
  8. Pengawas atau pengelola proyek.
  9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
  10. Petugas penjaja barang dagangan.
  11. Petugas dinas luar asuransi
  12. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
  • Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap di perusahaan yang sama
  • Mantan Pegawai
  • Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
  1. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
  2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, ata kunjungan kerja.
  3. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.
  4. Peserta pendidikan dan pelatihan.
  5. Peserta kegiatan lainnya.

Wajib pajak yang tidak disebutkan dalam pasal 3 maka tidak termasuk dalam penerima penghasilan yang dipotong PPh 21.

Maka secara sederhana, dapat disimpulkan kalau wajib pajak PPh 21 adalah pegawai, bukan pegawai, pensiun dan penerima pesangon, anggota dewan komisaris, serta mantan pegawai. 

Lalu, siapa pihak yang memotong atau memungut PPh 21 ini?

  • Pemberi kerja (orang pribadi, badan, cabang atau perwakilan yang melakukan administrasi terkait dengan pembayaran penghasilan)
  • Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat, institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan penghasilan tersebut.
  • Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar upah pada orang pribadi berstatus subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang.
  • Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan orang pribadi serta lembaga lain yang menyelenggarakan kegiatan yang membayar upah atau hadiah dalam bentuk apapun pada wajib pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Besaran Tarif PPh 21

Setelah mengetahui pengertian lengkapnya, mari membahas mengenai besaran tarif PPh 21. Persentase PPh 21 ini terbagi menjadi 2, yaitu penghasilan kena pajak dengan NPWP dan penghasilan kena pajak tanpa NPWP.

Tarif PPh 21 untuk penghasilan kena pajak dengan NPWP

Besaran tarif PPh 21 untuk penghasilan kena pajak dengan NPWP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17. Berikut besaran persentase PPh 21.

Tarif PPh 21 untuk penghasilan kena pajak tanpa NPWP

Persentase PPh 21 untuk penghasilan kena pajak tanpa NPWP diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 pasal 20. Besaran tarifnya adalah:

  • Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak dengan NPWP.
  • Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar 120% dari jumlah PPh 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
  • Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh 21 yang bersifat tidak final.
  • Dalam hal Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong dengan tarif lebih tinggi, mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh 21 untuk masa pajak Desember, PPh 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi itu diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

Itulah besaran tarif PPh 21 yang berlaku di Indonesia yang wajib diketahui, terutama untuk Anda yang bertugas mengurusi pajak karyawan, atau merupakan pengusaha maupun pekerja lepas yang ingin membayar dan melaporkan pajak penghasilan. Jika bingung dengan penghitungannya, Anda dapat menggunakan jasa konsultan pajak untuk membantu mempermudah kewajiban perpajakan. Rusdiono Consulting sebagai salah satu konsultan pajak berpengalaman akan membantu menghitung pajak penghasilan yang perlu Anda bayar dan laporkan secara akurat.


Send this to a friend