Pembukuan bagi Wajib Pajak - RDN Consulting

March 20, 2020by admin
3-1-1280x853.jpg

Berdasarkan Undang Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 1 Nomor 29, Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan infromasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Tujuan pembukuan bagi perpajakan adalah sebagai sumber pembuktian dari angka-angka yang dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Pembukuan sendiri pada dasarnya merupakan hal yang wajib bagi seluruh wajib pajak, kecuali wajib pajak tersebut menurut undang-undang perpajakan diperolehkan untuk tidak melakukan pembukuan, tetapi melakukan pencatatan. Hal ini diperjelas pada UU KUP Pasal 28, bahwa wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan kegiatan pembukuan.

Perbedaan paling mendasar anda pembukuan dan pencatatan adalah informasi yang keuangan didalamnya. Pembukuan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak. Pencatatan hanya terbatas pada omzet atau nilai peredaran/penjualan bruto hariannya. Jadi dengan kata lain yang disajikan hanya penghasilan dari penjualan atau sumber penghasilan lainnya dalam periode waktu ke waktu.

Pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak memiliki ketentuan sebagai berikut :

  1. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
  2. Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
  3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas.
  4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
  5. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau ditempat kedudukan Wajib Pajak badan.

Pemerintah memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha yang masuk didalam klasifikasi UMKM sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu atau secara lebih jelas pemiliki peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi 4,8M. Kelonggaran tersebut dengan memberlakukan jangka waktu tertentu untuk melakukan pencatatan dan akan dikenakan pembukuan setelah Wajib Pajak tersebut dianggap mampu untuk melakukannya.

Pemberian kelonggaran jangka waktu tersebut sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak Orang Pribadi selama 7 tahun.
  2. Wajib Pajak Koperasi, CV, dan Firma selama 4 tahun.
  3. Wajib Pajak Perseroan Terbatas (PT) selama 3 tahun.

Perlu untuk diketahui bahwa tahun 2020 merupakan tahun terakhir bagi Wajib Pajak Orang Pribadi PT untuk melakukan pencatatan, dan tahun 2021 akan mulai untuk diwajibkan pembukuan. Hal ini juga berpengaruh kepada tarif Pajak Penghasilannya yang akan mulai dikenakan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang Undang Pajak Penghasilan.

 

Leander Resadhatu R., SE, BKP

 

admin

Send this to a friend