Zakat sebagai Pengurang Pajak, Bagaimana Hukum & Penerapannya?

July 2, 2021by Admin dua
WhatsApp-Image-2021-06-27-at-2.40.13-PM.jpeg

Banyak yang tidak tahu, sebagai muslim ternyata zakat yang Anda bayarkan bisa menjadi pengurang pajak.

Ya, salah satu kewajiban bagi seorang muslim ini bisa menjadi pengurang penghasilan bruto dalam perhitungan pajak penghasilan.

Lantas, kenapa aturan ini berlaku? Bagaimana aturan dan penerapannya? Simak selengkapnya melalui artikel ini.

Sekilas Tentang Zakat

Zakat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat muslim dalam menyempurnakan keislamannya.

Secara harfiah, zakat dalam bahasa arab adalah menyucikan.

Dalam hal ini zakat merupakan upaya untuk menyucikan diri dengan merelakan sebagai hartanya kepada orang yang berhak menerima zakat.

Hal tersebut juga ditegaskan dalam surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi,

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.”

Secara lengkap Imam Malik mendefinisikan zakat sebagai bentuk mengeluarkan harta yang dimiliki oleh seseorang yang mencapai batas atau nisab kepada orang yang berhak.

Syarat lainnya adalah barang yang dizakatkan sudah mencapai haul atau satu tahun apabila barang tersebut berupa hasil tambang, pertanian, atau barang temuan.

Zakat juga termasuk dalam rukun Islam yang artinya zakat menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menunaikannya.

Nilai dan Jenis Zakat

Dilihat dari nilai manfaat, zakat memiliki dua nilai yaitu nilai keimanan dan nilai sosial.

Nilai keimanan berarti zakat merupakan bentuk penghambaan diri atau ketaatan diri sebagai seorang muslim kepada Allah.

Kedua, nilai sosial. Di mana zakat menjadi sumber atau alat untuk menyejahterakan masyarakat terutama dalam upaya melakukan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Bagaimana jenis atau bentuk zakat yang dikenal dalam Islam?

Pertama, Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib ditunaikan oleh umat Muslim di bulan Ramadhan hingga menjelang hari raya Idulfitri.

Besaran zakat Fitrah setara dengan beras sebanyak 3,5 liter atau 2,7 kilogram.

Kedua, Zakat Maal atau harta. Dimana zakat yang ditunaikan berupa pendapatan atau penghasilan, hasil pertanian, ternak, hingga tambang.

Syarat pengeluaran tersebut diatur dalam nisab yaitu 2,5% dari harta yang tersimpan.

Di samping itu, batas ukuran dan kepemilikan harta yang disimpan telah mencapai haul atau satu tahun lamanya atau 85 gram emas.

Dasar Hukum Zakat Sebagai Pengurang Pajak

Apa yang mendasari bahwa menunaikan zakat mampu mengurangi Penghasilan kena Pajak?

Jawabannya adalah pada Pasal 22 UU No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa Zakat yang dibayarkan oleh Muzakki (Pemberi Zakat) kepada BAZNAS atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) dikurangi dari Penghasilan Kena Pajak.

Aturan ini juga ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (3) poin (a.1) UU No.36/2008 tentang Pajak Penghasilan.

Dimana bantuan atau sumbangan termasuk pajak yang diterima oleh badan zakat yang disahkan oleh pemerintah dikecualikan dari objek pajak.

Kemudian ditegaskan kembali pada Pasal 9 ayat (1) huruf G dimana zakat bisa menentukan Penghasilan Kena Pajak apabila zakat diserahkan kepada Badan atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah.

Jadi, jika zakat tidak dibayarkan kepada lembaga Amil Zakat resmi maka zakat tersebut tidak dapat dikurangi dari penghasilan bruto.

Aturan tersebut lebih jelas dapat Anda lihat melalui PP No.60/2010 di sini.

Bagaimana dengan “Zakat” pada Agama Lain?

Tidak hanya pada agama Islam, aturan sumbangan sebagai pengurang pajak juga bisa diterapkan pada agama lain.

Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.PER-11/PJ/2018 dimana pengurang pajak juga bisa berasal dari lembaga lain sejenis bagi masyarakat yang memeluk agama selain Islam.

Misalnya Persepuluhan pada agama Kristen yang diberikan kepada Lembaga Badan Amal Kasih Katolik (BAKKAT).

Tujuan Diberlakukannya Zakat sebagai Pengurang Pajak

Tujuan diberlakukan aturan zakat sebagai pengurang pajak adalah agar umat muslim yang hendak mengeluarkan zakat tidak mendapatkan beban ganda atas pajak.

Di samping itu, aturan tersebut diharapkan mampu mendorong umat muslim untuk bisa mengeluarkan zakat sekaligus taat terhadap aspek perpajakan.

Bagaimana Penerapan Zakat Pengurang Pajak?

Penerapan zakat pengurang pajak di Indonesia diatur dalam Peraturan DJP No.PER-05/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat.

Dimana Wajib Pajak yang ingin melakukan pengurangan pajak wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak dilakukannya pengurangan pajak atas zakat.

Kedua Wajib Pajak juga melampirkan bukti setor atau bayar zakat baik berupa bukti pembayaran langsung maupun melalui ATM.

 

Baca Juga: Ketahui Cara Lapor dan isi SPT Tahunan Badan Di Sini!

Penerapan dan Kendala di Indonesia

Penerapan zakat sebagai pengurang pajak di Indonesia sejatinya menjadi kendala juga di Indonesia.

Hal ini karena pengurang pajak atas zakat di Indonesia tidak dilakukan secara langsung namun melalui perhitungan penghasilan bruto sehingga pengurangannya dianggap tidak terlalu efektif.

Kenda lainnya adalah budaya dan prinsip religi dari agama Islam itu sendiri. Dimana banyak Wajib Pajak yang enggan mencantumkan nama pada bukti setor untuk menghindari riya.

Terakhir adalah kurangnya literasi masyarakat terkait aturan tersebut yang tentu ini menjadi tugas bersama baik bagi masyarakat maupun instansi terkait.

Admin dua

Send this to a friend