PPh Pasal 22, Pajak Ekspor Impor yang Wajib Diketahui

October 10, 2020by Admin dua
293-1280x698.jpg

PPh 22 adalah pengenaan pajak pada badan usaha yang melakukan perdagangan impor, ekspor, atau re-re impor, baik badan usaha pemerintah maupun usaha swasta. Selain itu, PPh pasal 22 juga diberlakukan bagi wajib pajak badan yang memperdagangkan barang mewah.

Hal tersebut dibuktikan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia (RI) Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK RI No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang Tergolong Sangat Mewah.

Jadi, apa itu PPh pasal 22? Siapa pemungutnya dan bagaimana perhitungan PPh pasal 22? Simak ulasan berikut ini.

Apa Pengertian PPh Pasal 22?

Undang Undang Pajak Penghasilan (PPh) No.36 2008 sebagai dasar hukum PPh pasal 22 mengartikan PPh pasal 22 sebagai bukti potong atau pungutan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak yang berhubungan dengan aktivitas perdagangan barang.

Secara garis besar, pengenaan PPh pasal 22 dapat dilakukan kepada penjual ataupun pembeli yang sama-sama menerima keuntungan dari hasil perdagangan tersebut. Maka dari itu, penjualan dan pembelian dapat dikenakan PPh 22.

Namun, ketetapan PPh pasal 22 terbilang cukup kompleks daripada PPh lain seperti PPh 23 atau 21 karena objek, pemungut serta tarif PPh pasal 22 yang beragam.

Jika berbicara mengenai objek PPh pasal 22, maka objeknya seperti produk impor, pembelian barang pemerintah, kertas, semen, baja, serta produk otomotif, dan pembelanjaan barang mewah seperti kapal pesiar.

Baca juga: Mengenal PPh Pasal 23: Objek, Tarif, dan Perhitungannya

Siapa Saja Pemungut atau Pemotong PPh Pasal 22?

Bagian keuangan serta badan yang melakukan pungutan PPh 22 sejumlah 1,5 persen dari jumlah pembelian yakni:

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terhadap objek PPh Pasal 22 barang impor;
  2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) selaku pemungut pajak Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkaitan dengan bayaran atas pembelian barang;
  3. Bendahara pengeluaran yang berkaitan dengan bayaran terhadap pembelian produk yang diproses dengan uang persediaan (UP);
  4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat yang menerbitkan Surat Perintah Membayar, ditugaskan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), terkait dengan bayaran terhadap pembelian produk pihak ketiga yang diproses dengan pembayaran langsung (LS);
  5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha dengan keseluruhan atau hampir seluruh modalnya milik negara dengan keterlibatan langsung yang bersumber dari sumber dana negara yang dipecah. Contoh, PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), atau Bank-bank BUMN, yang berkaitan dengan bayaran atas pembelian produk dan/atau bahan yang diperlukan aktivitas usaha.
  6. Industri maupun eksportir yang berjalan di sektor kehutanan,peternakan, perkebunan, pertanian, serta perikanan, dengan pembelian bahan pedagang yang diperlukan industri usaha tersebut atau aktivitas ekspor.
  7. Industri atau badan usaha yang membeli komoditas mineral logam, tambang batubara maupun mineral yang bukan logam, dari badan atau perorangan yang memegang perizinan usaha pertambangan.

Kemudian, wajib pajak yang melakukan pungutan PPh Pasal 22 ketika penjualan yakni:

  1. Badan usaha di bidang industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi, dengan penjualan produknya kepada distributor dalam negeri;
  2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, dengan penjualan angkutan bermotor dalam negeri;
  3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, atau pelumas, atas penjualan ketika bahan bakar tersebut;
  4. Badan usaha di bidang industri baja sebagai industri hulu, termasuk industri hulu yang terpadu pada industri antara serta hilir.
  5. Pedagang pengumpul yang merupakan badan atau perorangan yang menyatukan hasil barang kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan; serta menjual barang tersebut kepada industri serta eksportir yang berjalan dalam bidang kehutanan, pertanian, perkebunan peternakan, maupun perikanan.
  6. Jika mengacu pada PMK Nomor 90/PMK.03/2015, maka terdapat penjual barang tergolong mewah yang termasuk dalam PPh Pasal 22.

Berapa Tarif PPh Pasal 22?

  1. Impor yang memakai Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor; non-API = 7,5% x nilai impor; yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
  2. Pembelian barang DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tak termasuk PPN & tidak final.)
  3. Penjualan produk yang ditentukan atas dasar Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yakni:
    • Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    • Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    • Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
    • Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
  4. Penjualan produk atau pemberian produk oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, pelumas, serta gas. Cara menghitung PPh 22 dalam hal ini berarti, pemungutan PPh Pasal 22 kepada agen/penyalur, sifatnya final. Di luar agen/penyalur, sifatnya tak final.
  5. Pembelian bahan yang diperlukan industri atau ekspor dari pedagang, maka ditentukan 0,25 % x harga beli (tak termasuk PPN)
  6. Impor kedelai, tepung terigu serta gandum oleh importir yang memakai API = 0,5% x nilai impor.
  7. Penjualan.
    • Pesawat udara seharga lebih dari Rp 20.000.000.000,-
    • Kapal pesiar serta sejenisnya seharga lebih dari Rp 10.000.000.000,-
    • Rumah dan tanahnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dengan luas bangunan lebih dari 500 m2.
    • Apartemen, kondominium, serta sejenisnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
    • Kendaraan roda empat dengan pengangkutan kurang dari sepuluh orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus serta sejenisnya seharga lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). Selain itu, juga kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sejumlah 5 persen harga jual tak termasuk PPN dan PPnBM.
  8. Bagi yang tidak mempunyai NPWP akan dilakukan pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22 yang tercantum.

Baca juga: Berapa Besar Tarif Pajak UMKM? Cari Tahu di Sini!

Cara Menghitung PPh Pasal 22

Tanggal 22 April 2020, PT XYZ mengimpor produk elektronik senilai (FOB) $10,000, dengan biaya kirim $500, dan asuransi $25. Kurs dari Kemenkau pada waktu tersebut, Rp 8000/1 USD.

Maka:

PPh Impor (Pasal 22) = ($10,000 + 500 + 25 + 1,578.75) x 7.5% = $907.78.

Ketika dirupiahkan, maka:

PPh Impor (Pasal 22) = $907.78 x Rp 8000 = Rp 7,262,250.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa PPh 22 harus dibayar dan disetorkan oleh subjek pajak yang menjalankan kegiatan impor, sedangkan tarifnya tergantung barang yang diperjualbelikan dengan dasar hukum UU Perpajakan PPh Pasal 22.

Setelah memahami lebih dalam PPh 22, Anda juga harus mulai melakukan perhitungan pajak perusahaan, baik PPh 21, 22 maupun 23 maupun pajak jenis lainnya sesuai kewajiban badan usaha yang dijalankan.

Oleh karena itu, untuk menghindari segala denda dan sanksi yang tak diinginkan, ada baiknya mulai menggunakan jasa konsultan pajak seperti Rusdiono Consulting. Perhitungan pajak akurat, pembayaran pajak tepat, dan tetap mengikuti aturan pajak terbaru di Indonesia.

Baca juga: Apa itu Konsultan Pajak? Apa Peran dan Manfaat bagi Anda?

Segera hubungi Rusdiono Consulting dan dapatkan solusi terbaik perpajakan perusahaan Anda.

Admin dua

Send this to a friend