Rekonsiliasi Fiskal, Cara Cocokan Laporan Keuangan dengan Perpajakan

October 12, 2020by Admin dua
1796-1-1280x854.jpg

Menyusun laporan keuangan tentu perlu diimbangi dengan aturan fiskal yang diberlakukan, terlebih ketika laporan keuangan menjadi dasar dalam pembuatan SPT PPh yang akan dilaporkan. Namun, pembuatan laporan keuangan seringkali tidak sama atau sesuai dengan aturan perpajakan. Maka dari itu, diperlukan koreksi fiskal atau juga disebut sebagai rekonsiliasi fiskal.

Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal adalah salah satu langkah wajib pajak (WP) untuk mencocokan jika ada hal yang berbeda antara  laporan keuangan komersial yang penyusunannya didasarkan atas sistem keuangan akuntansi (SAK) dan laporan keuangan yang penyusunannya didasarkan atas sistem fiskal.

Laporan keuangan komersial digunakan dalam penilaian kinerja ekonomi serta keadaan finansial sektor swasta, sementara laporan keuangan fiskal digunakan dalam perhitungan pajak.

Dokumen rekonsiliasi fiskal berupa lampiran SPT tahunan PPh – biasanya badan/perusahaan- yang merupakan kertas kerja berisikan kesesuaian antara laba rugi komersial sebelum dikenakan pajak dan laba rugi yang didasarkan atas kebijakan pajak.

Rekonsiliasi fiskal diterapkan pada keseluruhan penyusunan laporan laba rugi yang mencakup pengeluaran atau beban, serta pendapatan.

Rekonsiliasi dijalankan pada pos-pos biaya serta penghasilan dalam laporan keuangan komersial, yang diantaranya:

  • Rekonsiliasi penghasilan dikenakan PPh final.
  • Rekonsiliasi penghasilan bukan objek pajak.
  • WP mengeluarkan biaya yang tidak menjadi pengurang penghasilan bruto.
  • WP menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak.
  • WP mengeluarkan biaya agar mendapat pendapatan yang sudah dikenakan PPh Final dan pendapatan dikenakan PPh non final.

Baca juga: Ini Besaran Tarif PPh Badan 2019 yang Perlu Anda Ketahui

Koreksi Fiskal Positif dan Negatif

Dalam dokumen rekonsiliasi, koreksi fiskal terbagi atas koreksi positif dan negatif. Lantas, apa itu koreksi negatif dan positif?

1.Koreksi Positif

Koreksi fiskal positif adalah koreksi yang menyebabkan pertambahan laba fiskal atau pengurangan rugi fiskal, sehingga laba fiskal lebih besar daripada laba komersial, dengan kata lain, rugi fiskal lebih kecil daripada rugi komersial.

Faktor yang menyebabkan koreksi fiskal menjadi positif:

  • Beban biaya dalam kepentingan pribadi wajib pajak.
  • Imbalan atau penggantian terkait dengan pekerjaan atau jasa.
  • Dana cadangan.
  • Kelebihan pembayaran kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa terkait dengan pekerjaan yang dilakukan.
  • Pajak penghasilan.
  • Harta yang dihibahkan.
  • Pembayaran gaji kepada pemilik.
  • Sanksi administratif.
  • Selisih penyusutan atau amortisasi komersial.
  • Biaya dalam menerima, menagih, dan menjaga penghasilan yang terkena PPh Final.
  • Kesesuaian dengan fiskal positif lainnya yang tidak berasal dari faktor yang sudah disebutkan.

2. Koreksi Negatif

Koreksi fiskal negatif adalah koreksi fiskal yang menyebabkan pengurangan laba fiskal atau bertambahnya rugi fiskal, sehingga laba fiskal lebih kecil daripada laba komersial atau rugi fiskal lebih besar daripada rugi komersial.

Faktor yang menyebabkan koreksi fiskal menjadi negatif:

  • Selisih komersial di bawah penyusutan fiskal.
  • Pendapatan yang terkena PPh Final serta penghasilan tidak termasuk objek pajak, tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
  • Penyusutan fiskal negatif lainnya.

Dengan begitu, dalam perpajakan, WP tak harus menyusun pembukuan ganda, tetapi cukup membuat satu pembukuan yang didasarkan atas SAK. Kemudian pada saat mengisi SPT Tahunan PPh, melakukan koreksi fiskal.

Koreksi fiskal terkait erat dengan menyiapkan dan menghitung pajak terutang selama 1 tahun, terlebih bagi WP Badan. Maka dari itu, penting bagi WP Badan untuk memahami rekonsiliasi fiskal dalam mengisi SPT PPh Badan.

Baca juga: Mengenal PPh Pasal 23: Objek, Tarif, dan Perhitungannya

Jenis Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal terbagi atas 2 jenis yang didasarkan atas perbedaan secara komersial dan fiskal, yakni:

1.   Rekonsiliasi Beda Tetap

Rekonsiliasi beda tetap diakibatkan oleh transaksi yang diakui wajib pajak sebagai pendapatan atau biaya, sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Rekonsiliasi beda tetap membedakan antara  laba kena pajak dengan laba akuntansi sebelum pajak yang muncul karena transaksi yang -mengacu pada UU Perpajakan- tidak terhapus dengan sendirinya pada periode lain.

2.   Rekonsiliasi Beda Waktu

Rekonsiliasi beda waktu disebabkan oleh bedanya waktu antara sistem akuntansi dan sistem perpajakan. Jadi, transaksi yang menurut akuntansi komersial dan pajak sama, tetapi perbedaan terletak pada waktu alokasi biaya.

Tahap Melakukan Rekonsiliasi Fiskal

Jika ingin melakukan rekonsiliasi fiskal, maka langkahnya yaitu:

  1. Mengetahui penyesuaian fiskal yang dibutuhkan.
  2. Menganalisis elemen penyesuaian agar menentukan pengaruh elemen terhadap laba usaha dikenakan pajak.
  3. Mengoreksi fiskal yakni memantau angka koreksi fiskal berdasar positif dan negatif.
  4. Menyusun laporan keuangan sesuai fiskal sebagai lampiran SPT Tahunan PPh.

Baca juga: Konsultan Pajak dan Akuntansi Rusdiono Consulting: Membantu Anda untuk Tumbuh

Contoh Rekonsiliasi Fiskal

Berdasarkan referensi dari DDTC, berikut contoh rekonsiliasi fiskal beserta jawabannya:

  1. XYZ bergerak dalam bisnis perdagangan kain tenun dan merupakan wajib pajak badan yang berdomisili di Solo, Jawa Tengah. Informasi dan data laporan keuangan komersial PT XYZ pada 2019 yakni sebagai berikut (dalam ribuan rupiah):
Penjualan (termasuk penjualan kepada instansi pemerintah sebesar 200.000 dengan harga belum termasuk PPN) 1.250.000,00
Persediaan, 01-01-2019 200.000,00
Pembelian 1.000.000,00
Persediaan, 31-12-2019 720.000,00
Beban Operasional
Gaji 55.000,00
Beban tunjangan transportasi karyawan 45.000,00
Beban tunjangan makan 6.000,00
Beban pengobatan ditanggung perusahaan 20.000,00
Beban pelatihan karyawan 15.000,00
Beban seragam resepsionis 12.000,00
Beban sanksi administrasi pajak 10.000,00
Cadangan penghapusan piutang 5.000,00
Beban bunga pinjaman 7.000,00
Beban perjamuan tamu tanpa daftar nominatif 10.000,00
Beban listrik dan telepon 24.000,00
PBB dan Bea Materai 3.000,00
Penyusutan aset tetap 40.000,00
Premi asuransi 10.000,00
Bantuan kepanitiaan acara HR 5.000,00
Sumbangan ke yayasan 8.000,00
Pendapatan Lain-lain
Sewa kendaraan pada PT Mobil Nyaman (sudah dipotong PPN) 9.800,00
Keuntungan selisih kurs 5.000,00
Penerimaan kembali PBB yang dibebankan 5.000,00
Jasa giro Bank Bumi (sebelum dipotong PPN) 1.250.000,00
Pendapatan bunga deposito (sebelum dipotong PPN) 200.000,00
Laba neto penjualan dari Singapura (sebelum dipotong PPh negara sumber sejumlah 20 persen). 1.000.000,00

 

Keterangan lainnya:

Jenis Aset Tahun Pembelian Harga pembelian (dalam rupiah)
Gedung permanen 07-06-2015 400.000,00
Divisi IT 12-10-2016 60.000,00

 

  • Penyusutan fiskal dengan metode garis lurus.
  • Persediaan akhir dinilai dengan metode LIFO, sedangkan apabila dinilai dengan metode FIFO sebesar Rp700.000.000.
  • Membayar PPh pasal 22 sebesar (1,5% x Rp200.000.000) = Rp3.000.000
  • Membayar PPh pasal 23 sebesar (2% x Rp10.000.000) = Rp200.000
  • Membayar PPh pasal 25 selama 12 bulan untuk setiap masa pajak Rp5.000.000 selama tahun 2019.

Rekonsiliasi Fiskal untuk PT XYZ pada Tahun 2019

PT XYZ

Rekonsiliasi Fiskal Tahun Pajak 2019 (dalam satuan rupiah)

Keterangan Menurut Komersial Koreksi Fiskal Menurut Fiskal Keterangan
Positif Negatif
Penjualan 1.250.000,00 1.250.000,00
Harga Pokok Produksi (HPP):
Persediaan Awal 200.000,00 200.000,00
Pembelian 1.000.000,00 1.000.000,00
Persediaan Akhir 720.000,00 20.000,00 700.000,00 UU PPh Pasal 10 ayat 6
480.000,00 500.000,00
Penghasilan Bruto Usaha 770.000,00 750.000,00
Beban Operasional
Gaji 55.000,00 55.000,00
Beban Tunjangan transportasi karyawan 45.000,00 45.000,00
Beban tunjangan makan 45.000,00 45.000,00
Beban pengobatan ditanggung perusahaan 22.000,00 20.000,00 UU PPh Pasal 10 Ayat 1
Beban pelatihan karyawan 15.000,00 15.000,00
Beban seragam resepsionis 12.000,00 12.000,00
Beban sanksi administrasi pajak 10.000,00 10.000,00 UU PPh Pasal 9 Ayat 1
Cadangan penghapusan piutang 5.000,00 5.000,00 UU PPh Pasal 9 Ayat 1
Beban bunga pinjaman 7.000,00 7.000,00
Beban perjamuan tamu tanpa daftar nominatif 10.000,00 10.000,00 SE-27/PJ.22/1986
Beban listrik dan telepon 24.000,00 24.000,00
PBB dan Bea Materai 3.000,00 3.000,00
Penyusutan aset tetap 40.000,00 5.000,00 35.000,00 UU PPh Pasal 11 Ayat 6
Premi asuransi 10.000,00 10.000,00
Bantuan kepanitiaan acara HR 5.000,00 5.000,00 0,00 UU PPh Pasal 9 Ayat 1
Sumbangan ke yayasan 8.000,00 8.000,00 0,00 UU PPh Pasal 9 Ayat 1
Total Beban Operasional 275.000,00 212.000,00
Penghasilan Neto Usaha 495.000,00 538.000,00
Penghasilan di Luar Usaha:
Sewa kendaraan pada PT Mobil Nyaman (sudah dipotong PPN) 9.800,00 200,00 10.000,00 UU PPh Pasal 23
Keuntungan selisih kurs 5.000,00 5.000,00
Penerimaan kembali PBB yang dibebankan 5.000,00 5.000,00
Jasa giro Bank Bumi (sebelum dipotong PPN) 2.000,00 2.000,00 0,00 UU PPh Pasal 4 Ayat 2
Pendapatan bunga deposito (sebelum dipotong PPN) 1.000,00 1.000,00 UU PPh Pasal 4 Ayat 2
Total Penghasilan dari Luar Usaha 22.800,00 20.000,00
Beban dari Luar Usaha:
Laba Bersih Usaha dalam Negeri 517.800,00 558.000,00
Penghasilan dari Singapura 200.000,00 200.000,00
Penghasilan Kena Pajak 717.800,00 758.000,00

Menghitung PPh Pasal 29 PT XYZ untuk Tahun Pajak 2019

PPh Terutang (50% x 25%) x 758.000.000,00 (a) 94.750.000,00
Kredit pajak:
PPh Pasal 22 3.000.000,00
PPh Pasal 23 200.000,00
PPh Pasal 24 Kredit pajak maksimal di Singapura

– (200 juta/758 juta) x 94.750.000,00 = 25 juta

– 20% x 200 juta = 40 juta

25.000.000,00
PPh Pasal 25 60.000,00
Jumlah kredit pajak (b) 88.200.000,00
PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) (a-b) 6.550.000,00

Demikian penjelasan rekonsiliasi fiskal dari Rusdiono Consulting, semoga menambahkan wawasan pembaca. Jika masih memiliki pertanyaan dan bingung, Anda dapat menggunakan jasa konsultan kami hanya dengan klik di sini.

Admin dua

Send this to a friend