Pajak Pemberi Pinjaman (Lender) Fintech Peer-to-Peer Lending - RDN Consulting

February 19, 2020by admin
2-1280x853.jpg

Fintech Peer-to-Peer Lending merupakan penyelenggara jasa keuangan untuk menghubungkan antara pemberi pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman (borrower) untuk melakukan kegiatan pinjam meminjam dengan sistem online. Kegiatan Fintech Peer-to-Peer ini sangat memudahkan kedua belah pihak karena dilakukan secara online. Hal ini juga membantu kelompok masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh lembaga keuangan yang selama ini ada.

Perkembangan Fintech Peer-to-Peer Lending di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hingga 20 Desember 2019, berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fintech Peer-to- Peer Lending yang terdaftar dan berizin totalnya mencapai 164 perusahaan. Perusahaan yang memiliki izin usaha sebanyak 25 perusahaan dan sisanya terdaftar pada OJK. Ketika memilih Fintech Peer-to-Peer Lending, kita harus memperhatikan bahwa perusahaan yang akan kita pilih telah terdaftar/berizin dari OJK.

Berdasarkan laporan dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), pada tahun 2019, Fintech menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 0,45% dan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar lebih dari Rp60 triliun. Beberapa sektor yang mendapatkan dampak besar berkat adanya Fintech Peer-to-Peer seperti jasa keuangan perbankan, jasa asuransi, dan jasa dana pensiun dengan total pertumbuhan masing-masing sebesar 1,01%; 2,7%; dan 25,3%.

Sebagai lender, tentunya anda menginginkan imbal hasil berupa bunga ketika memberikan pinjaman kepada borrower. Perlu untuk diingat, berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 , dijelaskan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Imbal hasil dari Fintech Peer-to-Peer Lending ini merupakan salah satu objek pajak. Namun ada beberapa hal yang perlu dicermati oleh Lender untuk perpajakannya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 251/PMK.03/2008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi Sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, dijelaskan bahwa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman atau pemberian pembiayaan tidak akan dilakukan pemotongan PPh 23, termasuk didalamnya pembiayaan berbasis Syariah. Jadi, perusahaan Fintech Peer-to-Peer Lending, tidak akan melakukan pemotongan pajak imbal hasil yang didapat dari aktivitas pendanaan tersebut. Sebagai Lender,  perlu untuk melaporkan sendiri mengenai imbal hasil yang didapat dari Fintech Peer-to-Peer Lending.

Sebagai lender, kita perlu mencermati bahwa imbal hasil dari Fintech Peer-to-Peer Lending tidak dilakukan pemotongan pajak sehingga kita perlu menghitung, membayar, dan melaporkan perpajakan imbal hasil tersebut sendiri atau yang sering disebut self assessment. Imbal hasil tersebut akan dimasukan kedalam penambah penghasilan kena pajak kita. Untuk itu perlu kesadaran dari Wajib Pajak untuk melakukan hal tersebut karena dilakukan secara self assessment. Pajak yang kita bayarkan sangat bermanfaat untuk membangun negeri.

Yuk mari kita taat membayar pajak!

 

Leander Resadhatu R., SE, BKP

admin

Send this to a friend