BPHTB, Pungutan yang Ditanggung oleh Pembeli Tanah dan/atau Bangunan

November 23, 2020by Admin dua
1.-02-10Leander-Devi-Y-Pengertian-Laporan-Keuangan-Yang-Perlu-Anda-Ketahui-ACC-1.jpg

Pesatnya aktivitas pembangunan di berbagai bidang menyebabkan peningkatan kebutuhan tanah maupun bangunan. Peningkatan inilah yang membuat transaksi jual beli tanah serta bangunan tak dapat lepas dari kehidupan sehari-hari. Namun, banyak calon penjual dan pembeli tanah tak tahu bahwa transaksi inipun tak luput dari pengenaan pungutan atau biasa disebut BPHTB. Memangnya, apa ya BPHTB itu? Simak ulasan berikut ini.

Pengertian BPHTB

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau biasa disingkat sebagai BPHTB adalah pungutan atas pemerolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam hal ini, pembeli yang menanggung pungutan BPHTB, sama halnya dengan pungutan PPh yang ditanggung penjual. Berarti, baik penjual maupun pembeli sama-sama terkena pungutan dalam transaksi jual beli tanah dan/ atau bangunan.

Jika sebelumnya pungutan BPHTB dilakukan dari pemerintah pusat, namun saat ini pungutan dilakukan oleh pemerintah kabupaten atai kota sejak terdapat UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

BPHTB dapat dikenakan kepada wajib pajak pribadi maupun badan, tergantung peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan diperolehnya hak atas tanah dan/bangunan itu sendiri, oleh pribadi atau badan. Sementara pengenaan tarif BPHTB yakni 5 persen dari harga jual yang telah dikurang Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Pemerolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek BPHTB yaitu:

  1. Jual beli;
  2. Tukar-menukar;
  3. Hibah;
  4. Hibah wasit;
  5. Waris;
  6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
  7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
  8. Penunjukan pembeli dalam lelang;
  9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
  10. Penggabungan usaha;
  11. Peleburan Usaha;
  12. Pemekaran Usaha; dan
  13. Hadiah.

Akan tetapi, pemerolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang umum terjadi di masyarakat yaitu:

  1. Jual beli;
  2. Tukar-menukar;
  3. Hibah (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemberi hibah, namun pemberi hibah masih hidup);
  4. Hibah wasit (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada penerima hibah namun belaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia); dan
  5. Waris.

Baca juga: Pajak Penjual dan Pembeli Rumah dalam Jual Beli Rumah 2020

Perbedaan Bea serta Pajak dalam BPHTB

Dalam lingkup pungutan, BPHTB termasuk bea bukan pajak. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal. Pertama, pajak dibayar lebih dahulu daripada ketika terutang. Sementara saat pembeli membeli tanah bersertifikat, pembeli diwajibkan melakukan pembayaran BPHTB sebelum melakukan transaksi atau saat akta belum dibuat serta ditandatangani. Hal ini pun berlaku dalam bea materai, siapapun pihak yang melakukan pembelian materai tempel, berarti telah membayar bea materai, meskipun belum terjadi saat terutang pajak.

Selain itu, frekuensi bayaran atas bea terutang dapat dilakukan secara insidensial atau berkali-kali, serta tak terikat oleh waktu. Misalnya, saat memberi atau membayar materai tempel yang dapat Anda lakukan kapan saja. Sama halnya dengan pembayaran BPHTB terutang. Bedanya dengan pajak? pajak perlu dibayar pada waktu yang telah ditetapkan.

Syarat Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Jika Anda bertransaksi jual beli tanah/dan bangunan, terdapat beberapa syarat BPHTB yang perlu terpenuhi, yakni sebagai berikut:

  1. SSPD BPHTB.
  2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
  3. Fotokopi KTP wajib pajak.
  4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.
  5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.

Namun, ketika Anda menerima tanah dan/atau rumah dari hibah, waris, atau jual beli waris, persyaratan BPHTB yang perlu dipenuhi yaitu:

  1. SSPD BPHTB.
  2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
  3. Fotokopi KTP wajib pajak.
  4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.
  5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.
  6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.
  7. Fotokopi KK.

Baca juga: Ini 5 Jenis Surat Ketetapan Pajak yang Perlu Anda Ketahui

Cara Menghitung BPHTB

Terdapat satu rumus utama dalam melakukan perhitungan BPHTB:

Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP-NPOPTKP)

Sementara besaran NPOPKTP berbeda terganting masing-masing wilayah. Namun, jika mengacu dari UU No.28 Tahun 2009 pasal 87 ayat 4, terdapat penetapan bahwa besaran terendah setiap wajib pajak yakni Rp60.000.000. Kecuali untuk hak karena hibah atau waris dengan besaran Rp300.000.000.

Contoh perhitungan BPHTB 1:

Pak Dino membeli tanah sebesar Rp400.000.000 di Jakarta. Maka Anda dapat menghitung tarif BPHTB Pak Dino dengan cara:

NPOP: Rp400.000.000

NPOPKTO: Rp80.000.000

5% x (Rp400.000.000 – Rp80.000.000)

5% x (Rp320.000.000) = Rp16.000.000

Dengan demikian, tarif BPHTB yang perlu dibayarkan oleh Pak Dino sebesar Rp16.000.000

Baca juga: Memahami Aspek Pajak Koperasi, Mulai dari PPh Hingga PPN

Contoh perhitungan BPHTB 2:

Bu Anis membeli tanah sebesar Rp300.000.00 di daerah Bogor. Maka perhitungannya sebagai berikut:

NPOP: Rp300.000.000

NPOPKTO: Rp60.000.000

5% x (Rp300.000.000 – Rp60.000.000)

5% x (Rp240.000.000) = Rp12.000.000

Maka, tarif BPHTB yang perlu dibayarkan oleh Bu Ami sebesar Rp16.000.000

Sekian pembahasan mengenai pengertian, syarat, dan cara menghitung tarif BPHTB. Yuk, warga yang baik taat bayar pajak. Kini, Anda pun dapat mengurus BPHTB secara online melalui e-BPHTB di pajakonline,jakarta.go.id. Namun jika Anda masih bingung, hubungi Rusdiono Consulting agar dapat berkonsultasi serba serbi BPHTB yang perlu Anda urus.

Admin dua

Send this to a friend