Bea Materai: Pungutan atas Dokumen yang Perlu Anda Ketahui

June 3, 2021by Admin dua
bea_materai.jpg

Di tahun 2021, pemerintah melalui UU No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai mulai memberlakukan bea materai tunggal sebesar Rp 10.000.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, mulai tanggal 1 Januari bea materai Rp 6.000 dan Rp 3.000 sudah tidak berlaku lagi dengan masa transisi satu tahun atau hingga bulan Desember 2021.

Itu artinya bea materai Rp 6.000 dan Rp 3.000 masih bisa digunakan untuk menggantikan bea materai Rp 10.000 atau minimal Rp 9.000 hingga akhir tahun 2021.

Lantas, apa itu bea materai dan kenapa materai selalu digunakan dalam membuat dokumen penting? Simak jawabannya melalui artikel ini.

Apa itu Bea Materai?

Bea materai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Dokumen bermaterai bisa juga ditujukan atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.

Dalam Pasal 3 UU No. 10 Tahun 2020 lebih dijelaskan bahwa bea materai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat penerang suatu kejadian yang bersifat perdata atau digunakan sebagai alat bukti pengadilan.

Dokumen perdata yang dimaksud meliputi:

  • surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat sejenis lainnya;
  • akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
  • akta Pejabat pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
  • surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
  • dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nominal lebih dari Rp 5.000.000 yang menyebutkan penerima uang atau berisi pengakuan terkait dokumen tersebut.
  • dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pihak Terutang

Seperti yang telah dijelaskan bahwa dalam transaksi pajak bea materai ada pihak yang terutang.

Lantas siapa pihak terutang yang dimaksud? Berikut penjelasannya.

  • Apabila dokumen dibuat secara sepihak, maka pihak terutang merupakan orang yang menerima dokumen tersebut.
  • Jika dokumen dibuat oleh dua pihak atau lebih, maka pihak terutang adalah masing-masing pihak yang menerima dokumen.
  • Dokumen berupa surat berharga, bea materai terutang oleh pihak yang menerbitkan surat berharga.
  • Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti pengadilan, bea materai terutang oleh pihak yang mengajukan dokumen.
  • Pihak yang menerima atau mendapatkan manfaat dokumen, kecuali ada kesepakatan antara pihak yang bersangkutan.

Pembayaran bea materai sendiri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan materai yang biasa dijual di toko alat tulis dan juga menggunakan surat setoran pajak.

Bentuk materai biasanya terdiri dari gambar lambang negara Garuda Pancasila, frasa “materai” dan angka yang menunjukkan nilai materai itu sendiri.

Fungsi Bea Materai

Banyak yang berpikir bahwa materai adalah sebagai tanda bukti sah atau tidaknya sebuah dokumen.

Namun sejatinya, materai digunakan sebagai bukti adanya pungutan terhadap suatu dokumen atas dasar adanya manfaat.

Bisa dikatakan bea materai berfungsi sebagai objek pemasukan kas negara yang berasal dari dokumen tertentu.

Lalu, apa buktinya bahwa bea materai bukan sebagai sah atau tidaknya sebuah dokumen?

Pertanyaan tersebut bisa dijawab melalui Pasal 1320 KUHPerdata dimana menurut Pasal tersebut terdapat empat syarat sahnya suatu perjanjian.

Syarat tersebut adalah kata sepakat, kecakapan para pihak, adanya objek perjanjian, dan suatu sebab yang halal.

Meski seseorang menggunakan materai namun dokumen tersebut tidak memenuhi empat persyaratan itu, dokumen dianggap tidak sah.

Jadi jelas ya, selama ini penggunaan materai bukan sebagai alat sah atau tidaknya suatu dokumen tapi sebagai objek pemasukan kas negara.

Sebagai alat bukti di hadapan pengadilan

Di sisi lain, seperti dalam definisinya yang tertuang dalam Undang-Undang, penggunaan materai juga dilakukan sebagai alat bukti di hadapan pengadilan.

Tanpa adanya materai, dokumen tersebut tidak bisa digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan terutama dalam hal perdata.

Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Materai

Tidak semua dokumen dikenakan oleh bea materai di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Dokumen terkait lalu lintas orang dan barang seperti surat inventaris, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman barang, dan surat-surat  sejenis.
  • Segala bentuk ijazah.
  • Tanda terima pembayaran seperti gaji, pensiunan,tunjangan, struk, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja.
  • Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara.
  • Kwitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, pemda, bank, dan lembaga lainnya.
  • Tanda penerimaan uang untuk keperluan intern organisasi.
  • Dokumen terkait simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpanan bank, koperasi dan badan lainnya.
  • Surat gadai.
  • Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga.
  • Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka kebijakan moneter.

 

Baca Juga: BPHTB, Pungutan yang Ditanggung oleh Pembeli Tanah dan/atau Bangunan

Aturan Bea Materai Terbaru

Di awal paragraf Anda sudah mengetahui bahwa di tahun 2021, bea materai memiliki tarif tunggal sebesar Rp 10.000 yang semula dibagi menjadi Rp 6000 dan Rp 3000.

Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai.

Selain untuk meningkatkan pemasukan kas negara, Alasan dinaikkannya bea materai menjadi Rp 10.000 adalah sebagai bentuk penyetaraan tarif untuk dokumen kertas dan elektronik.

Lalu apakah materai Rp 6.000 dan Rp 3.000 masih berlaku?

Jawabannya Iya hingga akhir tahun 2021 dengan catatan nilai nominal minimal Rp 9.000 sebagai pengganti bea materai Rp 10.000.

Menurut DJP ada tiga cara untuk menyetarakan materai Rp 6.000 dan Rp 3.000 dengan materai Rp 10.000.

Pertama, menggunakan tiga buah materai Rp 3.000 yang ditempel berdampingan dalam satu dokumen.

Kedua, menempelkan materai Rp 3.000 dengan Rp 6.000 berdampingan dalam satu dokumen. Cara terakhir menempelkan dua buah materai Rp 6.000 berdampingan dalam satu dokumen.

Admin dua

Send this to a friend