Panduan Balanced Scorecard: Konsep Hingga Perspektif Pengukurannya

January 31, 2022by Admin dua
WhatsApp-Image-2022-01-29-at-2.22.38-PM.jpeg

Dalam membangun sebuah usaha, penjualan bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan. Ada faktor-faktor lain yang menjadi tolak ukur pencapaian usaha salah satunya adalah menggunakan Balanced Scorecard atau kartu skor berimbang.

Balanced Scorecard atau yang sering disingkat dengan BSC adalah metode paling dasar dalam mengukur kinerja perusahaan yang membantu juga dalam menentukan arah strategi perusahaan.

Dalam Balanced Scorecard, ada empat faktor atau perspektif yang menjadi tolak ukur pengukuran. Apa saja itu? Simak artikel berikut ini.

Pengertian Balanced Scorecard atau Kartu Skor Berimbang

Sebelum adanya Balanced Scorecard (BSC), perusahaan cenderung mengukur kesuksesan hanya melihat dari perspektif keuangan saja.

Namun dalam perkembangannya, sebuah bisnis tidak hanya diukur dari perspektif keuangan. Ada hal lain yang menjadi faktor penentu jalannya sebuah perusahaan. Pandangan satu perspektif ini sering dianggap tidak berimbang.

Kemudian pada tahun 1992, dua akademisi asal Harvard Business School, Robert Kaplan dan David Norton mulai mengenalkan konsep Balanced Scorecard melalui artikelnya yang berjudul Balanced Scorecard – Measure That Drive Performance.

Dalam artikelnya, Kedua akademisi tersebut bahwa kinerja sebuah organisasi atau perusahaan tidak hanya berasal dari keuangan saja namun juga hal-hal yang bersifat non-keuangan.

Karena dianggap lebih berimbang dibanding mengukur satu perspektif saja, maka pemikiran tersebut dinamakan Balanced Scorecard.

Jadi, apa itu Balanced Scorecard?

Melansir Investopedia, Balanced Scorecard (BSC) atau Skor Kartu Berimbang adalah matriks atau pengukuran kinerja yang digunakan untuk mengidentifikasi dan meningkatkan berbagai macam fungsi dan hasil keluaran bisnis.

Hasil dari pengukuran BSC merupakan kumpulan data informasi kuantitatif yang digunakan oleh manajer maupun eksekutif lainnya sebagai bahan evaluasi dan pengambilan keputusan strategi bisnis. Itu lah kenapa pengukuran BSC merupakan bagian dari manajemen strategis perusahaan.

4 Perspektif dalam Balanced Scorecard

Balanced Scorecard merupakan matriks pengukuran kinerja yang tidak hanya melibatkan fungsi keuangan. 

Lebih dari itu, matriks ini memiliki tiga perspektif lain yaitu pelanggan (consumer), proses bisnis internal (internal business process), dan perkembangan & pengetahuan (learning & growth).

1. Perspektif keuangan (financial)

Perspektif pertama dan yang paling konvensional adalah keuangan. Di dalam bisnis, keuangan merupakan jantung dari sebuah usaha.

Dalam matriks Balanced Scorecard (BSC), pengusaha dituntut untuk dapat mengukur faktor keberhasilan dan ketidakberhasilan yang berasal dari perspektif keuangan. Misalnya, arus kas, liabilitas, laba atas modal, pertumbuhan penjualan, hingga laba-rugi. 

Melalui perspektif keuangan, pengusaha mampu membuat paket strategi seperti strategi pendapatan, penetapan harga, risiko hingga biaya yang dapat memandu pengusaha dalam mengambil langkah strategis perusahaan secara keseluruhan.

Selain itu, perspektif keuangan yang dimaksud juga berarti perspektif bisnis yang sedang dijalankan di mata shareholders atau investor.

Apakah dari segi keuangan perusahaan yang sedang dijalankan dalam keadaan sehat atau tidak? Apakah layak didukung oleh investor atau tidak?

2. Perspektif Konsumen (Consumer)

Menurut catatan David Norton dan Robert Kaplan, dalam mengukur perspektif konsumen ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu waktu, kualitas, kinerja, pelayanan, dan biaya.

  • Secara umum, waktu yang dimaksud adalah seberapa lama produk dibuat atau dipesan hingga sampai ke tangan konsumen.
  • Bagi produk baru, waktu yang dimaksud adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan agar produk tersebut dapat dibeli konsumen atau masuk ke dalam pasar.
  • Kualitas yang dimaksud adalah ketahanan produk atau ketepatan waktu dan bentuk dalam mengirimkan produk yang akan diterima oleh konsumen.
  • Pelayanan dan kinerja yang dimaksud adalah seberapa mampu perusahaan menyampaikan product value kepada konsumen. Hal ini berkaitan dengan retensi dan kepuasan pelanggan.
  • Terakhir, biaya yang dimaksud adalah seberapa besar konsumen ingin mengeluarkan biaya untuk mendapatkan produk tersebut.

Berdasarkan poin-poin tersebut, pengusaha dapat menjabarkannya menjadi lebih kompleks sesuai dengan jenis dan kebutuhan usaha yang sedang dijalankan.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process)

Dalam menyampaikan produk perusahaan kepada konsumen, di dalamnya terdapat proses bisnis. Mulai dari produksi, menggunakan teknologi, hingga proses pemasaran.

Setidaknya dalam bisnis proses ada tiga tahapan utama yaitu, perencanaan, eksekusi, dan pasca-eksekusi. Dalam matriks BSC, perencana atau pengusaha wajib mengidentifikasi, mengukur, dan menarget apa-apa saja yang harus dilakukan dalam tahapan tersebut.

Dalam tahap perencanaan misalnya terdiri dari perencanaan produk, market research, hingga alokasi teknologi yang akan digunakan.

Sedangkan dalam tahap eksekusi terdiri dari alokasi SDM, pemilihan bahan baku, proses produksi hingga proses pemasaran.

Kemudian proses pasca-eksekusi biasanya adalah proses intensifikasi bisnis. Misal pelayanan purna jual, perawatan peralatan, hingga komunikasi.

4. Perkembangan & Pengetahuan (Learning/Innovation & Growth/Development)

Setiap zaman akan berubah. Misal, kondisi pasar 10 tahun lalu jelas berbeda dengan kondisi pasar saat ini. Sehingga perusahaan dituntut untuk terus berinovasi.

Perspektif ini membantu perusahaan menemukan hal-hal yang perlu dikembangkan dalam bisnis. Umumnya hal ini berkaitan dengan Sumber Daya Manusia dan teknologi.

Ada beberapa hal yang mencakup dalam perspektif ini dan sangat erat kaitannya dengan kondisi saat ini, antara lain:

  • Pengembangan keterampilan dan pendidikan SDM, program retensi karyawan, hingga pemenuhan kebutuhan dasar karyawan.
  • Penggunaan teknologi dalam berbagai proses bisnis. Misalnya penggunaan software akuntansi atau penerapan cybersecurity.
  • Proses analisis bisnis, seperti pengembangan dan diversifikasi produk hingga pemilihan platform dan tools pemasaran.

Konsep Balanced Scorecard

Dalam perkembangannya, Balanced Scorecard  yang dicetuskan oleh Kaplan dan Norton dianggap masih sangat sederhana dan mendasar. Sehingga Balanced Scorecard versi Kaplan sulit diterapkan pada organisasi nirlaba atau pemerintahan.

Oleh karena itu, hingga saat ini Balanced Scorecard telah melewati tiga kali pengembangan. Adapun perkembangan konsep Balanced Scorecard adalah sebagai berikut.

1. Balanced Scorecard Sederhana

Model Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton adalah dengan memperhatikan 4 hal melalui 4 perspektif dari Balanced Scorecard (BSC) itu sendiri.

Melalui 4 perspektif tersebut, model BSC dibuat dengan mengidentifikasi tujuan atau goals yang ingin dicapai, ukuran pencapaian atau measures, target-target yang harus dicapai atau objectives, dan apa yang harus dilakukan atau initiatives.

Secara sederhana, model Balanced Scorecard versi Kaplan dan Norton dapat digambarkan melalui contoh berikut.

model Balanced Scorecard versi Kaplan dan Norton

2. Strategy Map

Empat tahun kemudian, sang pencetus Kaplan dan Norton menganggap bahwa hanya dengan mengidentifikasi 4 perspektif saja tidak cukup.

Oleh karena itu, pada tahun 1996, kedua akademi Harvard Business School tersebut mengembangkan Balanced Scorecard lanjutan atau yang biasa disebut dengan Strategy map.

Kaplan dan Norton berpikir bahwa setiap perspektif mempengaruhi perspektif lain. Misal, mengadakan pengembangan pengetahuan karyawan atau membeli teknologi baru akan mempengaruhi keuangan dan sebaliknya.

Melalui Strategy map, pengusaha tidak hanya mengidentifikasi kinerja pada tiap perspektif namun juga menghubungkan antar perspektif yang memiliki hubungan sebab-akibat.

Untuk lebih jelasnya, berikut contoh Balanced Scorecard versi Strategy map yang dikutip melalui tulisan Naveen Kumar.

contoh Balanced Scorecard versi Strategy map

3. Destination Statement

Pada saat ini, Kaplan dan Norton menyadari bahwa adanya intangible asset mampu mempengaruhi pengukuran balanced scorecard.

Dalam model BSC terbaru, proses bisnis internal dan pengembangan dipengaruhi oleh intangible asset. Adapun intangible asset yang dimaksud berupa hak cipta, legalitas, kemampuan SDM, hingga data.

Kemudian, model BSC terbaru ini dikembangkan lagi oleh Gavin Lawrie dan Ian Cobbold melalui jurnalnya yang berjudul Third-Generation Balanced Scorecard: Evolution of an Effective Strategic Control Tool.

Menurut Lawrie dan Cobbold, BSC pada generasi sebelumnya sulit untuk diterapkan pada organisasi nirlaba seperti pemerintah atau organisasi nirlaba lainnya.

Pada BSC terbaru, model pengukuran tidak hanya berfokus pada penilaian 4 perspektif namun mampu merumuskan strategi jangka panjang dan pendek sebuah organisasi melalui destination statement.

Destination statement sendiri merupakan tujuan besar yang ingin dicapai oleh suatu organisasi atau perusahaan.

Pada BSC terbaru, penilaian tidak berfokus pada masing-masing kinerja 4 perspektif yang diciptakan oleh Kaplan dan Norton, namun penyelarasan antara strategi yang dirumuskan dengan perspektif-perspektif BSC yang sudah ada. Singkatnya, kinerja pada 4 perspektif tersebut harus sesuai dengan destination statement yang telah dibuat. 

Penutup

Balanced Scorecard merupakan metode pengukuran yang sangat fleksibel dan akan terus berkembang. Beberapa pakar berpendapat bahwa metode Balanced Scorecard sangat efektif digunakan bagi organisasi atau perusahaan tingkat kecil dan menengah.

Apabila Anda menginginkan bisnis yang berjalan dengan lancar dan membutuhkan konsultasi dan pengukuran performa bisnis, Anda dapat menghubungi Kami, Rusdiono Consulting.

Temukan juga aritkel lainnya terkait perpajakan dan bisnis hanya di Rusdiono Consulting.

 

Admin dua

Send this to a friend