Bea masuk Archives - RDN Consulting


No more posts

June 14, 2021
WhatsApp-Image-2021-06-12-at-4.46.39-PM.jpeg

Istilah bea masuk mungkin tidak asing lagi bagi sebagian orang yang aktif melakukan transaksi impor. Ya, meski begitu istilah bea masuk masih sering dianggap keliru oleh sebagian orang dan disamakan dengan bea cukai. Padahal, bea masuk dan bea cukai adalah dua hal yang berbeda.

Jadi apa sebenarnya bea masuk? Bagaimana peraturan dan perhitungannya di Indonesia? Mari temukan jawabannya melalui artikel ini!

 

Pengertian Bea Masuk

Mengutip Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, Bea Masuk adalah pungutan yang dilakukan negara atas barang yang masuk ke dalam daerah pabean atau barang impor.

Daerah pabean yang dimaksud adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, udara serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang berlaku terhadap Undang-Undang Kepabeanan.

Di Indonesia, bea masuk dipungut dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Dalam kepabeanan, ada poin-poin penting yang perlu diperhatikan terkait bea masuk yaitu:

  • Aturan tentang jumlah Bea Masuk diatur di dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia.
  • Harga barang atau yang biasa disebut dengan cost (C) dalam kepabeanan.
  • Nilai asuransi, yaitu biaya pertanggungan asuransi yang dikenakan terhadap sebuah barang yang akan dimasukkan ke dalam negeri atau daerah pabean. Nilai asuransi dalam rumus bea masuk dikatakan dalam insurance (I).
  • Ongkos Kirim, yaitu biaya pengiriman yang dikenakan pihak jasa pengiriman terhadap barang impor yang akan dikirim ke dalam negeri atau disebut dengan freight (F).
  • Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM).

Bea Masuk Tambahan

Bea masuk tambahan adalah bea masuk lain yang diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan dan sifatnya tidak dapat menggantikan bea masuk yang berlaku umum.

Bea masuk tambahan dikenakan untuk barang-barang tertentu atau kondisi impor tertentu. Misalnya saja untuk mengontrol barang impor yang masuk untuk meningkatkan barang industri lokal.

Adapun bea masuk tambahan adalah sebagai berikut.

1. Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)

Jenis bea masuk yang disebut juga dengan safeguard ini berlaku apabila barang impor sejenis mengalami lonjakan produksi di dalam negeri.

Dengan kata lain barang yang diimpor terlalu banyak melebihi barang sejenis yang sudah ada di dalam negeri.

Tujuan pengenaan BMTP adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari barang sejenis dari ancaman kerugian yang serius.

2. Bea Masuk Imbalan (BMI)

Bea yang dikenakan terhadap barang impor yang ditemukan adanya subsidi dari pemerintah di negara pengekspor.

Tujuan dari bea masuk jenis ini kurang lebih sama dengan BMTP yaitu untuk melindungi industri dalam negeri dari gempuran barang impor sejenis.

3. Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD)

BMAD dikenakan pada barang-barang impor yang nilai atau harganya lebih rendah dibanding barang sejenis di dalam negeri.

BMAD dilakukan guna meningkatkan daya saing produk di dalam negeri dengan produk impor sejenis.

4. Bea Masuk Pembalasan (BMP)

Seperti namanya, pembalasan. Jenis bea masuk ini dikenakan bagi barang-barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.

Metode Perhitungan Bea Masuk

Ada dua metode umum perhitungan bea masuk di Indonesia yaitu metode tarif spesifik dan tarif ad valorem.

Namun begitu, sebagian besar komoditas impor di Indonesia dihitung menggunakan tarif ad valorem.

Apa yang membedakan kedua metode perhitungan tersebut?

1. Tarif Spesifik

Tarif spesifik merupakan tarif yang dikenakan berdasarkan satuan barang dengan mengalikan jumlah satuan barang dengan tarif bea masuk.

Itu artinya tarif spesifik harus mengetahui besaran tarif bea masuk yang harus dibayar per satuan barang.

Sebagai contoh, bea masuk beras dikenakan sebesar Rp 500,- per kilogram. Maka berapapun nilai atau harga dari beras tersebut tidak akan berpengaruh terhadap besaran bea masuk yang dibayarkan.

Dengan kata lain jika ada dua importir beras yang sama-sama mengimpor sebanyak 100 ton. Dengan mengabaikan harga beras, maka importir tersebut membayar bea masuk senilai Rp 50.000.000.

Di Indonesia, hanya sebagian komoditas impor yang dihitung menggunakan metode tarif spesifik di antaranya adalah beras, gula, Produk Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan sinematografi.

 

2. Tarif ad valorem

Sementara itu, tarif ad valorem adalah tarif yang dikenakan dengan menentukan persentase tertentu dari nilai pabean atas barang yang diimpor.

Misalnya sebuah laptop dikenakan bea masuk sebesar 20%. Maka untuk mengetahui bea masuk yang harus dibayar adalah dengan mengalikan tarif bea masuk dengan nilai pabeannya.

Sehingga perlu diketahui berapa nilai pabean dari barang impor tersebut yang diwakilkan dengan satuan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM).

Untuk mempermudah penetapan tarif bea masuk atau keluar, DJBC menggunakan klasifikasi daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis yang berlaku secara internasional.

Daftar tersebut dikenal dengan Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) yang disusun melalui Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

 

Baca Juga: Kurs Pajak Bea Cukai – Pengertian dan Ketentuannya

Ketentuan Baru Impor Barang Kiriman

Kondisi aktivitas impor yang terus meningkat dalam beberapa tahun belakangan membuat pemerintah menaruh perhatian khusus bagi industri kecil dan menengah.

Kenaikan aktivitas impor ini tentu merugikan bagi industri kecil dan menengah dan menjadi ancaman serius bagi ekosistem industri serupa dalam negeri.

Hal tersebut yang pada akhirnya membuat ketentuan kepabeanan dalam hal ini impor barang kiriman mengalami penyesuaian yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan 199 Tahun 2019.

Adanya perubahan ini diharapkan dapat menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan melindungi industri Kecil dan Menengah.

Adapun pokok-pokok yang menjadi pengaturan dalam ketentuan baru ini meliputi tiga hal yaitu; de Minimis Threshold, tarif bea masuk dan PDRI, serta penyederhanaan prosedur kepabeanan.

1. de Minimis Threshold

de minimis threshold adalah kebijakan penurunan ambang batas bebas bea masuk impor barang kiriman. Semula bea masuk free-on-board sebesar USD 75 menjadi USD 3.

Secara detail, de minimis threshold dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • Nilai impor kurang dari sama dengan USD 3 per-penerima per-pengiriman dibebaskan dari bea masuk, dengan pungutan PPN atau PPnBM sebesar 10% dan dikecualikan dari PPh.
  • Nilai impor lebih dari USD 3 hingga USD 1.500 per-penerima per-pengiriman dikenakan bea masuk 7,5% dengan pungutan PPN atau PPnBM 10%
  • Nilai impor lebih dari USD 1.500 berlaku bea masuk dan perhitungan Pajak Dalam Rangka Impor dengan melampirkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

2. Perubahan Tarif Bea Masuk & PDRI

Untuk jenis barang impor tertentu yang melebihi ambang batas USD 3, juga mengalami penyesuaian bea masuk dengan detail sebagai berikut:

  • Bea masuk Tas khusus: 15% – 20%
  • Sepatu: 25% – 30%
  • Produk tekstil: 15% – 25%

Masing-masing barang dikenakan PPN sebesar 10% dan PPh sebesar 7,5% hingga 10%.

Sedangkan untuk barang khusus seperti Buku Ilmu Pengetahuan Bebas dikenakan bea masuk, PPN, dan PPh 22 impor sebesar 0%.

Dengan kata lain, buku yang termasuk ke dalam ilmu pengetahuan bebas tidak dipungut pajak.

3. Penyederhanaan Prosedur Pabean

Adanya konsolidasi billing yang dapat dibayarkan sekaligus setelah terbitnya Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai dan/atau Pendapatan Pajak (SPPBMCP) untuk setiap Perusahaan Jasa Titipan per-hari.

Simulasi Sederhana Perhitungan Bea Masuk

Atta berbelanja Tas olahraga Off-White dari penjual di Amerika Serikat senilai USD 2000, biaya ongkos kirim USD 10, dan biaya asuransi sebesar USD 5.

Maka pertama-tama cari dulu nilai pabean dari transaksi yang dilakukan oleh Atta dengan menjumlahkan biaya impor, ongkos kirim dan asuransi.

Nilai pabean = USD 2000 + USD 10 + USD 5 = USD 2015. 

Dengan kurs dollar sebesar Rp 14.500 maka nilai pabean dalam rupiah sebesar, Rp 29.217.500.

Karena tas olahraga memiliki kode HS 43040091, maka Bea Masuk yang dikenakan sebesar 20%.

Dengan begitu perhitungan Bea Masuk tas olahraga Off-White milik Atta menjadi seperti ini,

= 20% x Rp 29.217.500 = Rp 5.843.500

Jadi Bea Masuk pada transaksi tas olahraga milik Atta sebesar Rp 5.843.500.

Di sisi lain, karena nilai transaksi impor tas olah raga Atta nilainya lebih dari USD 1.500, maka transaksi tersebut dikenakan Perhitungan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yaitu PPnBM dan PPh 22.